REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan peta jalan menuju swasembada bawang putih di tahun 2021. Tahun 2018 hingga 2020 fokus memproduksi benih bawang putih dengan luas tanam mencapai 20 ribu hingga 30 ribu hektar dan 2021 luas tanam lebih dari 90 ribu hektar.
Untuk swasembada hanya membutuhkan luas tanam 69.000 hektar, sementara potensi nasional mencapai 600.000 ribu hektar. Terkait hal ini, Kementan bersama Komisi IV DPR RI, Satgas Pangan, KPK dan para importir berkomitmen untuk mensukseskan target swasembada bawang putih 2021.
Anggaran pengembangan bawang putih untuk mencapai swasembada tersebut ada tiga sumber, yakni APBN, wajib tanam importir dan swadaya petani. Di tahun 2020, Kementan mengusulkan anggaran pengembangan bawang putih sebesar Rp 1,6 triliun.
Sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, tim berdiskusi membahas evaluasi pengembangan program bawang putih. Hal ini dilakukan baik yang menggunakan APBN maupun wajib tanam 5 persen oleh importir.Targetnya adalah swasembada yang ditargetkan 2021.
Pedagang memilah bawang putih yang dijual di Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
Seluruh aspek juga sudah dibahas dan sesuai waktu bulan Maret 2018. Ada rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI. Semua pihak komit menjalankan itu.
“Tadi kami sudah absen satu per satu, siapa yang berproduksi, ada yang 10 ton per hektar bahkan ada yang 20 ton per hektar seperti di Magelang. Kami mengapresiasi dan itu sangat bagus,” demikian dikemukakan Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Suwandi dalam pertemuan Evaluasi Wajib Tanam dan Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional di Yogyakarta, Kamis (27/6).
Pertemuan ini dihadiri Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha, Kepala Subbagian Satgas Sembako, Satgas Pangan Mabes Polri, Kombes Pol Helfy Assegaf, Tim Pangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, dan para importir bawang putih.
Suwandi menyebutkan program pengembangan bawang putih sudah menuai hasil yang bagus. Terbukti, luas tanam di tahun 2017 hanya 1.900 hektar dan di tahun 2018 naik menjadi 11 ribu hektar. Di tahun 2019, luas tanam bawang putih ditargetkan 20 ribu hingga 30 ribu hektar dan tahun 2020 ditargetkan menjadi 40 ribu hingga 60 ribu yang semua hasil produksinya dijadikan benih untuk mendukung tercapai swasembada di tahun 2021.
Tahun 2021, luas tanamnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya karena seluruh produksi dalam negeri diproses menjadi benih dalam negeri. “Artinya apa? Seluruh kebutuhan dalam negeri sampai dengan 2021, itu dipenuhi dari impor. Jadi konsep swasembada bawang putih berbeda dengan komoditas lainnya. Kalau komoditas lainnya, jika produksi ditingkatkan impor akan dikurangi, namun untuk bawang putih tidak,” sebutnya.
Swasembada bawang putih tahun 2021 harus terwujudkan karena selama 23 tahun terakhir ini, kebutuhan bawang putih hampir 100 persen bergantung pada impor, sehingga hal ini tidak bagus karena harga dikendalikan penuh dari impor. Dengan demikian, Kementan bersama semua pihak sepakat bersama-sama mengejar swasembada dengan konsep hasil tanam dijadikan benih hingga 2021. Untuk swasembada dan konsumsi hanya membutuhkan lahan seluas 69 ribu hektar.
“Sisanya dijadikan benih, tanam lagi di musim berikutnya. Itu sustain berkat dukungan semua pihak, kita evaluasi bersama untuk keberhasilan ke depan,” tegasnya.
Lebih lanjut Suwandi mengatakan kebutuhan bawang putih per tahun mencapai 570 ribu ton dan konsumsi per bulan sebesar 42 ribu ton. Oleh karena itu, pemerintah bersama pelaku usaha optimis dalam mewujudkan swasembada bawang putih 2021. Pasalnya, Indonesia mempunyai sentra produksi yang sesuai bawang putih tersebar di 200 kabupaten yang luasnya mencapai 600 ribu hektar.
“Jadi butuh lahanya sedikit, makanya kita kejar karena potensi tersedia luar biasa yaitu lahan, benih, dan sumberdaya manusia semuanya ada. Kita tinggal bergerak bersama-sama,” katanya.
Pedagang memilah bawang putih yang dijual di Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
Tahun 2019 ini, Kementan telah berhasil menggerakan 110 kabupaten dalam mengembangkan bawang putih. Daerah yang sudah eksis selama ini seperti Temanggung dan Sembalun dan masih banyak daerah lainnya seperti Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tegal, Magelang, Karanganyar, Malang, Batu. Daerah di luar Jawa pun banyak yakni Solok, Enrekang, Karo, Humbang Hasudutan, Kerinci, Merangin, Minahasa Selatan, Bantaeng dan daerah lainnya.
“Kami juga optimis ini bisa diwujudkan swasembada karena semangat importir untuk menjalankan wajib tanam sangat kompak dan membentuk asosiasi sebagai wadah bersama untuk mengatasi kendala-kendala lapangan. Bahkan diusulkan wajib tanam menjadi 10 persen juga semangat,” beber Suwandi.
Sanksi bagi importir yang tidak melaksanakan wajib tanam adalah diblacklist dan bahkan ada tindakan hukum bagi importir yang melanggar aspek lainnya. Jumlah importir yang masuk daftar hitam hingga saat ini sebanyak 74 importir.
Layanan RIPH berintegritas
Sesuai Arahan Menteri Pertanian Andi Amra Sulaiman, Kementan menjamin guna memperlancar penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan pelaksanaan wajib tanam bawang putih 2019. Sebab, seluruh layanan proses penerbitan RIPH dilakukan secara professional, berintegritas dan tidak dipungut imbalan biaya sehingga RIPH diterbitkan setelah selutuh persyaratan dipenuhi.
“Proses administrasi permohonan RIPH kami lakukan secara online. Jadi kami menghimbau para importir agar tidak menggunakan jasa perantara, backing, calo dan atau jasa pihak-pihak yang hanya akan merugikan importir sendiri,” sebutnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi menegaskan pihaknya mendukung penuh kerja keras Menteri Pertanian Andi Amran yang menargetkan tahun 2021 swasembada bawang putih. Oleh karena itu, Komisi IV DPR RI mendukung penambahan anggaran Kementan tahun 2020 khususnya untuk pengembangan tanaman bawang putih.
“Alasanya karena kami dari Komisi IV DPR RI merasa prihatin bahwa sebanyak 97 persen kebutuhan bawang putih dipenuhi dari impor. Padahal tahun 1995-1995 Indonesia tidak impor, karena swasembada. Makanya Komisi IV mendukung 2021 itu harus swasembada,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Viva Yoga ini menjelaskan untuk pelaksanaan pengembangan bawang putih melalui APBN, Komisi IV DPR RI akan fokus untuk mewujudkan ke arah swasembada. Kemudian dari sisi importir, ada importir yang baik dan ada importir yang nakal. Tercatat, Kementan memblacklist importir nakal hingga saat ini sebanyak 74 importir.
“Oleh karena itu, kami minta kepada Satgas Pangan dan KPK untuk menelusuri para importir yang nakal itu karena ada kemungkinan untuk membuat perusahaan cloning. Jadi melibatkan KPK, Satgas Pangan dan juga PPATK untuk menelusuri proses finansialnya. Ini gunanya untuk memberikan keadilan bagi importir yang telah bekerja sangat serius mengerjakan wajib tanam 5 persen sudah terpenuhi, namun importir nakan sudah mendapatkan RIPH dan Surat Perintah Impor kemudian lari,” jelasnya.
Tak sekedar itu, sambung Viva Yoga, Komisi IV DPR RI pun meminta supaya importir nakal tidak hanya proses administrasi saja, namun demikian harus juga dilakukan penegakan hukum karena ini sangat merugikan petani Indonesia. Potensi lahan pengembangan bawang putih di Indonesia itu sangat luas dalam rangka mewujudkan swasembada.
“Jadi, kami mendukung Menteri Pertanian Andi Amran untuk berlari kencang agar target swasembada 2021 bisa dicapai. Kami mengusulkan untuk wajib tanam kepada importir itu tidak 5 persen tapi dinaikkan menjadi 10 persen. Kegunaanya adalah bagi para importir yang NKRI, yang serius membantu mewujudkan swasembada, nantinya tidak lagi menjadi importir tetapi menjadi eksportir juga. Itu adalah merupakan sesuatu yang sangat baik, karena ekspor dapat menambah devisa negara,” tegasnya.
Kepala Subbagian Satgas Sembako, Satgas Pangan Mabes Polri, Kombes Helfy Assegaf menegaskan Satgas Pangan Mabes Polri mendukung penuh percepatan pencapaian swasembada bawang putih yang ditargetkan tahun 2021. Pengawasan dan penindakan terhadap pelaksanaan wajib tanam yang dilakukan importir dilakukan dengan ketat sehingga memberikan sanksi keras bagi importir yang melanggar komitmen.
“Jumlah kasus pangan yang ditangani dari 2017 hingga 2019 ini terdapat 557 perkara, 24 perkara di antaranya terkait masalah bawang putih. Statusnya sudah diproses hukum dan berkas sudah dilimpahkan ke kejaksaan,” ujarnya.
Untuk tahun 2019 ini, tegas Helfy, Satgas Pangan terus melakukan pemantauan dan pengawasan khususnya importir yang telah mendapatkan RIPH agar pelaksanaan wajib tanam benar-benar dilaksanakan. Selain itu, melakukan pengecekan kembali dokumen-dokumen dan secara fisik juga melakukan pengecekan lapangan.
Pedagang memilah bawang putih yang dijual di Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
“Modus pelanggaran yang dilakukan importir maca-macam, yakni pemalsuan tanda tangan kepala dinas, pemalsuan dokumen, penyalahgunaan bibit dijadikan konsumsi, penimbunan dan lainnya. Oleh karena itu, kami melakukan pengawasan yang ketat agar jangan sampai membuat perusahaan baru atau cloning, nama perusahaan beda tapi pemiliknya sama,” tegasnya.
Ketua KPPU, Kurnia Toha pun mengatakan mendukung setiap upaya Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri terutama bawang putih agar tidak tergantung pada negara lain. Ia menilai program wajib tanam 5 persen oleh importir merupakan bagian dari upaya swasembada bawang putih konsumsi untuk mengurangi ketergantungan kepada produk impor.
“KPPU akan selalu memonitor perkembangan sektor ini, dan akan masuk melakukan penelitian atau penyelidikan apabila ada indikasi persaingan usaha tidak sehat yang ditandai dengan mahalnya harga bawang putih dan atau langkanya bawang putih,” katanya.