Rabu 26 Jun 2019 12:05 WIB

Hadapi Perang Dagang, Manufaktur Singapura Pangkas Biaya

Perekonomian Singapura diprediksi tumbuh pada laju paling lambat dalam satu dasawarsa

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Kota Singapura
Foto: Dumalana
Kota Singapura

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Tahun lalu, pimpinan pabrik bahan kimia Singapura Erman Tan membawa karyawannya dalam wisata berlayar ke Pulau Penang, Malaysia. Tahun ini, Tan hanya dapat mengajak mereka menonton video perjalanan. Menurutnya, hal ini merupakan penawaran terbaik yang dapat diberikannya kepada karyawan.

Perekonomian Singapura diperkirakan tumbuh pada laju paling lambat dalam satu dasawarsa tahun ini. Beberapa pakar bahkan memperkirakan terjadi resesi pada 2020, ketika perang dagang antara Amerika Serikat dengan China menghantam negara yang bergantung pada ekspor. Tidak terkecuali Singapura

Baca Juga

Kondisi tersebut mendorong beberapa ekonom untuk memproyeksikan potensi pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Sentral Singapura pada pertemuan Oktober mendatang. Khususnya ketika Bank Sentral AS The Federal Reserve diperkirakan memangkas suku bunga pada bulan depan.

Ada juga spekulasi bahwa pemerintah dapat memberikan insentif untuk mendorong pertumbuhan. Tapi, para pebisnis seperti Tan tidak yakin insentif fiskal ataupun kebijakan moneter cukup untuk membantu perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar merupakan hasil dari perlambatan global.

"Kebanyakan kita mengandalkan diri sendiri," ujar Tan, kepala eksekutif Asia Polyurethane Manufacturing, yang memangkas biaya karena pelanggan di China menahan pesanan.

Dengan pendapatan turun 20 persen dibanding dengan tahun lalu, karyawannya harus merupakan liburan berlayar di sekitar pulau tropis. "Tahun ini, kita akan menonton video seperti virtual. Mari kita memakai kacamata," tutur Tan, dilansir di South China Morning Post, Rabu (26/6). 

Saat ini, komponen ekonomi seperti konstruksi dan konsumsi swasta masih bertahan. Hal ini didukung oleh tekanan upah dari pembatasan pekerja asing dan proyek-proyek pembangunan jangka panjang yang besar.

Tapi, aspek ekspor Singapura yang setara dengan sekitar 200 persen dari produk domestik bruto (PDB) memegang peranan penting. Apabila terdampak negatif, mendorong konsumsi dalam negeri akan kurang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Singapura.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menuturkan, pihaknya sudah memproyeksikan dampak dari gangguan perdagangan global. “Kita tidak bisa hanya menginjak gas, meningkatkan kecepatan dan menebus lingkungan eksternal yang kurang menguntungkan,” ujarnya.

Ketidakpastian tersebut mendorong para pelaku usaha untuk memotong biaya. Misalnya saja direktur eksekutif perusahaan penyedia bahan bangunan M Metal, John Kong. Ia meminta para pekerjanya untuk mematikan AC ketika pergi makan siang dan menghentikan print dalam format berwarna.

Ekspor elektronik, pendorong utama pertumbuhan SIngapura selama dua tahun terakhir, mengalami penurunan terbesar sejak satu dekade terakhir. Pukulan ini terutama terjadi pada penurunan global semikonduktor.

Secara keseluruhan, perlambatan pertumbuhan Mei terjadi paling dalam sejak tiga tahun terakhir karena pengiriman ke China yang merosot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement