REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata Republik Indonesia segera keluarkan pedoman dan rencana strategis (renstra) penyelenggaraan pariwisata halal yang akan menjadi standar bagi para pelaku industri. Menteri Pariwisata, Arief Yahya menyampaikan pedoman tersebut akan diluncurkan bulan depan saat Konvensi Wisata Halal Indonesia.
"Sebelumnya kita tidak memiliki pedoman, dulu ada bersifat peraturan, tapi dicabut lagi karena sifatnya wajib, kalau yang ini bersifat pedoman untuk mereka yang ingin dan membutuhkan untuk pengembangan wisata halal," kata Arief di Hotel Hermitage Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
Pedoman memberikan standar untuk tiga aspek, yakni destinasi, pemasaran, dan industri juga kelembagaan. Tidak semua aspek ini akan membutuhkan sertifikasi halal. Hanya empat yang menjadi fokus dalam sertifikasi, yakni restoran, hotel, dan biro perjalanan.
"Kita akan memulai dari yang prioritas yakni restoran," kata Arief.
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ma'ruf Amin menambahkan dalam sertifikasi ini, MUI akan bekerja sama dengan Kemenpar dan sejumlah pihak terkait untuk menggalakkan sertifikasi halal. Salah satu caranya dengan menggencarkan penawaran sertifikasi pada pelaku industri di wilayah fokus wisata halal.
Renstra Pariwisata Halal 2019-2024 merupakan pemenuhan atas kebutuhan berbagai pihak terkait strategi pengembangan pariwisata halal. Diharapkan dengan penyusunan pedoman ini, program dan arah kegiatan pemangku kepentingan dapat selaras juga tepat sasaran.
Renstra juga berisi sejumlah target pencapaian dalam lima tahun kedepan. Pada 2019, Kemenpar menargetkan jumlah kunjungan wisatawan Muslim sebesar 4,5 juta orang. Setiap tahunnya, diharapkan pertumbuhan mencapai 500 ribu orang per tahun hingga 2024, atau enam persen per tahun.
Tahun ini Kemenpar telah menandatangani 16 Nota Kesepahaman dengan 16 pemerintah daerah sebagai komitmen pengembangan wisata halal. Hingga 2024, diharapkan komitmen pengembangan bisa menggaet 300 kelembagaan, tidak hanya pemda, tapi juga institusi dan lembaga terkait.