REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN) menyatakan, industri pengolahan secara keseluruhan kemungkinan masih akan tumbuh di bawah level pertumbuhan ekonomi tahun depan. Hal itu terutama disebabkan oleh lemahnya industri pengolahan minyak dan gas (migas) di dalam negeri.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Bambang Prijambodo, mengatakan, industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang amat penting untuk memacu laju perekonomian domestik. Namun, pada realisasinya, pertumbuhan industri pengolahan tidak lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
"Industri pengolahan secara keseluruhan cukup berat untuk tumbuh sama dengan PBD (produk domestik bruto), ini karena industri pengolahan migas yang sebetulnya menarik ke bawah," kata Bambang dalam Rapat Panja di Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Senin (24/6).
Mengutip Badan Pusat Statisik (BPS) selama kuartal I 2019, industri pengolahan hanya tumbuh 3,86 persen. Angka tersebut jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,07 persen.
Adapun sepanjang 2018, sejak kuartal I hingga IV, pertumbuhan industri pengolahan secara berturut yakni 4,6 persen, 3,88 persen, 4,35 persen, dan 4,25 persen. Disaat yang sama, pertumbuhan ekonomi rata-rata berada di atas 5 persen.
Bambang menjelaskan, setidaknya di tahun depan pertumbuhan industri pengolahan diupayakan sebisa mungkin tumbuh setara pertumbuhan ekonomi. Sebab, sebagaimana diketahui, sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar pada pertumbuhan ekonomi nasional dari segi lapangan usaha. Selama kuartal I 2019 lalu, industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 0,83 persen.
Di sisi lain, realisasi investasi baik dari investor asing maupun luar negeri terhadap sektor manufaktur harus menjadi perhatian. "Kenapa? Karena sektor industri semakin berkurang peranannya terhadap PDB. Kita ingin perhatikan investasi," ujar Bambang.