Sabtu 22 Jun 2019 09:39 WIB

Masih Rendah, Pemahaman Masyarakat terhadap Ekonomi Islam

Literasi ekonomi Islam masih minim.

pakar dan praktisi ekonomi Islam Ustaz  Asih Subagyo.
Foto: Dok BMH
pakar dan praktisi ekonomi Islam Ustaz Asih Subagyo.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --  Masih rendahnya pemahaman umat Islam di Indonesia terhadap ekonomi syariah dinilai  sangat memprihatinkan. “Inilah yang menyebabkan kondisi perekonomian umat Islam di Indonesia masih jauh dari angka ideal,” kata pakar dan praktisi ekonomi Islam Ustaz  Asih Subagyo. 

Ia mengemukakan hal tersebut, dalam paparan materinya di hadapan seluruh peserta Pelatihan Dasar Calon Pengurus dan Pengelola Baitut Tamwil Hidayatullah yang digelar di Pesantren Hidayatullah,  Bandung, Rabu (19/6).

Ia menambahkan, rendahnya pemahaman umat Islam di Indonesia disebabkan salah satu faktornya karena masih minimnya literasi ekonomi Islam itu sendiri. “Ini bisa dilihat masih minimnya peran ulama dan da'i dalam menyampaikan materi  ekonomi Islam dalam kajian-kajiannya, baik di masjid, majelis taklim, maupun di media sosial,” ujar Asih dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (21/6).

Ia menyebutkan, umat juga masih sulit mendapatkan buku-buku atau tulisan tentang ekonomi Islam. “Hal itu karena sebagian besar di perpustakaan dan toko buku hanya tersedia buku-buku agama dalam materi ibadah dan kisah-kisah saja,” tutur  penulis buku Spektrum Bisnis dan Ekonomi Kita.

Apalagi, para ulama yang memahami fiqih muamalah atau ekonomi Islam masih relatif sedikit dan hanya sebatas orang-orang yang berada di DSN-MUI atau lembaga terkait yang memahaminya. “Akibatnya, pemahaman masyarakat mengenai ekonomi Islam masih terbilang minim karena kajian-kajian di masjid dan majelis taklim mayoritas diisi dengan fiqih ibadah daripada fiqih muamalah,” papar Asih yang juga mendapat amanah sebagai Kabid Perekonomian DPP Hidayatullah.

Lebih menyedihkan lagi, kata Asih,  pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua saja masih banyak yang belum menjadikan fikih muamalah sebagai kurikulum atau bahan ajarnya. “Bayangkan di lembaga-lembaga Islam lainnya, seperti sekolah Islam tentu masih sangat sulit diharapkan. Sehingga anak-anak muslim generasi mileneal saat ini masih sangat minim pemahamannya terhadap ekonomi Islam,” ujarnya.

Karena itu, Asih menegaskan, peran ulama, ahli ekonomi Islam dan para dai dalam menyemarakkan kajian ekonomi Islam sangat dibutuhkan.  Menurutnya, ulama, ahli ekonomi Islam dan para dai sejatinya mempunyai peran sakral  menjadi agent of change (agen perubahan)  di masyarakat. “Sebab,  mereka adalah orang yang bisa menjadi penggerak dan katalisator untuk mengajak masyarakat membangun ekonomi umat,” tuturnya.

photo
Peserta Pelatihan Dasar Calon Pengurus dan Pengelola Baitut Tamwil Hidayatullah berfoto bersama dengan nara sumber, Ustaz Asih Subagyo.

Asih mengemukakan, posisi Indonesia sebagai negara dengan 85 persen atau  mayoritas Muslim, maka tentu Indonesia mempunyai potensi dan peluang besar sebagai pusat ekonomi Islam di dunia ini. “Namun faktanya, indeks literasi keuangan Islam yang dirilis oleh Otoritas jasa Keuangan tahun 2016 masih berada di angka 8,11 persen, artinya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai ekonomi Islam masih minim,” katanya. 

Apalagi keberadaan literasi dan inklusi keuangan Islam mempunyai hubungan yang erat sehingga indeks inklusi keuangan syariah pun masih terbilang kecil di kisaran 11,06 persen pada tahun 2016. Realita ini, kata Asih, sepatutnya menjadi perhatian bagi para pemerhati ekonomi syariah di Indonesia. 

"Sehingga,  gerakan literasi ekonomi Islam yang sistematis dan berkelanjutan adalah sebuah keharusan agar masyarakat Indonesia menjadi lebih terbuka dan familiar terhadap ekonomi Islam," ujarnya.

Terakhir, dalam pesannya, Asih Subagyo berharap seluruh peserta bisa menjadi pionir dan pelopor untuk ikut menyemarakkan kajian ekonomi syariah di manapun berada.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement