Sabtu 22 Jun 2019 06:54 WIB

Lima Insentif Pemerintah untuk Geliatkan Sektor Properti

Pemerintah membebaskan pajak bagi rumah korban bencana alam.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan lima kebijakan insentif di sektor properti. Pemberian ini dilakukan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menuturkan, lima kebijakan yang dimaksud adalah peningkatan batasan tidak kena PPN rumah sederhana sesuai daerahnya, pembebasan PPN atas rumah/ bangunan korban bencana alam dan peningkatan batas nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPNBM. "Yaitu, dari Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar menjadi Rp 30 miliar," ujarnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

Baca Juga

Kebijakan lain adalah penurunan tarif PPh pasal 22 atas hunian mewah, dari tarif lima persen menjadi satu persen. Terakhir, simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah. bangunan dari 15 hari menjadi tiga hari. 

Suahasil menjelaskan, pemberian insentif ini diberikan untuk mengantisipasi pertumbuhan sektor properti yang selalu lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak empat tahun terakhir.

Pada 2014, pertumbuhannya pernah menyentuh 5,17 persen yang setara dengan pertumbuhan ekonomi saat itu. Kondisinya menurun pada 2015, di mana pertumbuhan properti adalah 4,11 persen, sedangkan pertumbuhan PDB 4,88 persen. "Penurunan ini konsisten sampai terakhir di 2018, pertumbuhannya 3,58 persen, sedangkan pertumbuhan PDB 5,17 persen," kata Suahasil. 

Seiring dengan kondisi tersebut, proporsi real estate terhadap PDB berkisar di bawah tiga persen selama lima tahun terakhir. Pada 2014, kontribusinya 2,79 persen dan terakhir menurun menjadi 2,74 persen pada tahun lalu. 

Di sisi lain, indeks pertumbuhan harga properti residensial di 18 kota utama menunjukkan tren perlambatan dalam lima tahun terakhir. Hal ini terjadi di semua strata properti, dari kategori kecil, medium hingga high end atau paling tinggi. 

Suahasil menilai kondisi tersebut sebagai sesuatu yang harus diperhatikan. Sebab, sektor terkait properti yakni sektor konstruksi dan jasa real estate memiliki efek berganda cukup tinggi. Oleh karena itu, peningkatan aktivitas di sektor itu dapat mendorong kegiatan ekonomi yang lebih tinggi di sektor-sektor lainnya. 

Peningkatan penjualan di sektor properti akan berdampak positif pada sektor pendukungnya. Di antaranya, sektor perdagangan, industri barang logam hingga jasa perusahaan. "Makanya, kalau kita ingin berikan dorongan terhadap perekonomian, salah satu yang harus kita pastikan adalah properti bergerak lebih kuat dan lincah," ujar Suahasil. 

Dengan kondisi tersebut, Suahasil menilai, pemerintah melihat bahwa kebijakan tepat perlu diberikan kepada sektor properti. Salah satunya dengan meningkatkan batasan tidak kena PPN rumah sederhana sesuai daerahnya. Dengan begitu, diharapkan lebih banyak pengembang yang membangun rumah sederhana. 

Selain itu, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk rumah atau bangunan korban bencana alam. "Tujuannya, membantu meringankan beban masyarakat korban bencana alam untuk kembali memiliki tempat tinggal," ujar Suahasil.

Dua kebijakan pertama ini sudah diaplikasikan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang Atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN. 

Di saat bersamaan, pemerintah juga memberikan insentif pada kelompok hunian mewah. Sebab, saat ini, pengembang lebih berminat pada pembangunan rumah mewah mengingat marginnya dapat mencapai 100 persen atau lebih. 

Kebijakan peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPNBM diharapkan dapat membantu industri ini lebih menggeliat. Khususnya di kota besar. "Jadi, secara garis besar, kebijakan pertama dan ketiga dapat mendorong sektor properti secara menyeluruha di Indonesia," tutur Suahasil. 

Selain itu, pemerintah juga menurunkan tarif PPh pasal 22 atas hunian mewah. Dua kebijakan ini sudah tertuang dalam PMK Nomor 86 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PMK Nomor 35 TAhun 2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang DIkenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 

Terakhir, melakukan simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah bangunan, dari 15 hari menjadi tiga hari. "Penyampaian dokumen yang sebelumnya dilakukan manual, kini juga bisa elektronik," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement