REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bali Bintang Sejahtera Tbk, perusahaan yang mengelola klub sepakbola Bali United, resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BOLA. Hal ini menandakan Bali United merupakan klub sepakbola pertama yang di Indonesia bahkan Asia Tenggara yang go public.
CEO Bali United, Yabes Tanuri, mengatakan, dengan dilepasnya saham Bali United untuk umum akan semakin banyak pihak yang bisa mendukung klub dalam berinovasi di bidang sepakbola maupun olahraga dan industri hiburan secara luas.
"Supporter kali ini dapat berperan lebih aktif dalam memperbesar dampak Bali United untuk mencapai tujuannya," ujar Yabes, di BEI, Senin (17/6).
Dari pencatatan saham perdana (IPO) ini, Perseroan memperoleh dana senilai Rp350 miliar. Menurut Yabes, perolehan dana dari IPO akan digunakan untuk investasi, memperkuat struktur permodalan di entitas anak, dan sisanya untuk modal kerja.
Perseroan melepas sebanyak dua miliar saham atau setara dengan 33,33 persen saham. Sementara harga penawaran perdana yang ditetapkan sebesar Rp 175 per saham.
Selama masa penawaran umum perdana saham mulai 10-12 Juni 2019 di Denpasar, saham BOLA banyak diminati bukan saja oleh investor pasar modal, tetapi juga oleh penggemar Bali United. Alhasil, terjadi kelebihan permintaan sampai dengan 110 kali dari porsi penjatahan terpusat (pooling) saham yang ditawarkan masyarakat.
Pada pembukaan perdagagan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, harga saham BOLA mengalami kenaikan Rp 296 per saham. Saham BOLA diperdagankan sebanyak 22 kali dengan volume 1.460 dan menghasilkan nilai Rp 43,22 miliar.
Salah satu perusahaan yang ditunjuk sebagai penjamin emisi oleh Bali United ialah PT Kresna Sekuritas. Menurut Direktue Utama PT Kresna Sekuritas Octavianus Budianto, IPO Bali United ini sangat menarik dan memiliki potensi yang sangat besar dari para pendukung fanatik.
Octavianus mengatakan, antusiasme masyarakat Bali terutama fans dan suporter Bali United sangat besar, sejak masa penawaran hari ke-2 sudah oversubscribed.
"Komposisi investor ritel sendiri sebanyak 41 persen dan investor institusi 59 persen," ujar Octavianus.