Kamis 13 Jun 2019 04:18 WIB

Pakar Pertanyakan Poin Pembatasan Diskon Tarif Ojol

Status ojol perlu diputuskan apakah akan menjadi transportasi publik atau tidak.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pengemudi ojek daring (online) melintas di Dr Sutomo, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Pengemudi ojek daring (online) melintas di Dr Sutomo, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri lembaga riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Hendri Saparini, menilai pemerintah perlu menetapkan status transportasi ojek online yang akhir-akhir terus menuai polemik. Hal itu agar setiap kebijakan yang diambil untuk mengatur ojek online di Indonesia dapat berjalan dengan baik tanpa masalah yang berkepanjangan. 

Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyatakan bakal menerbitkan regulasi untuk membatasi pemberian diskon tarif transportasi daring bagi para pengguna. Hendri mengatakan, sebelum kebijakan tersebut diambil, Kemenhub harus memastikan alasan kebijakan itu secara jelas, tanpa memihak konsumen, pengemudi, ataupun aplikator. 

Baca Juga

"Ini bicara masalah harga. Jadi ada suplai dan demand. Ini bisnis digital dan tidak bisa gunakan referensi bisnis riil. Model investasi juga berbeda. Nah, sekarang apa poin dari pemerintah untuk membatasi diskon tarif?" kata Hendri saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/6). 

Hendri mengatakan, memang, menentukan kebijakan pembatasan tarif ojol bukan perkara mudah, apakah pemerintah harus membatasi atau melarang sepenuhnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini pemerintah harus melihat siapa kompetitor dan berapa jumlah kompetitor dalam bisnis transportasi daring. 

Selain itu, Core Indonesia menilai, status ojol saat ini perlu diputuskan apakah akan menjadi transportasi publik atau tidak. Sebab, kasus yang terjadi di Indonesia cukup berbeda dengan negara-negara lain yang menghadapi dinamika masalah transportasi. Pemerintah, kata Hendri, harus tetap berdiri di tengah tanpa memihak lebih kepada konsumen, pengemudi, serta aplikator. 

"Coba kita kaji dahulu, apakah (ojol) bisa jadikan transportasi jangka pendek atau menengah. Apakah bisa ojol bisa dibuat lebih aman, atau tidak? Siapa yang sedang kita selamatkan? Kita harus melihat ke depan," ujar dia. 

Hendri menilai, untuk saat ini, bisa jadi transportasi ojol sangat dibutuhkan masyarakat. Mengingat, sekiar 40 persen masyarakat Indonesia merupakan kategori kelas menengah ke bawah. Namun, ia menekankan, pemerintah harus memiliki rencana jangka menengah dan panjang ketika nantinya mayoritas masyarakat Indonesia telah naik kelas. Pada tahapan itu, Hendri mengatakan, pemerintah harus menyiapkan transportasi yang lebih aman dan terintegrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement