Ahad 26 May 2019 19:05 WIB

'Lemahnya Ekspor Indonesia jadi Berkah saat Perang Dagang'

Lemahnya ekspor-impor global dianggap tak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Aktivitas ekspor impor
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas ekspor impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi yang menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai berkah di masa-masa saat ini. Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina membuat aliran ekspor-impor global menjadi lesu.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai konsumsi menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi. Melemahnya ekspor-impor global dianggap tidak terlalu berpengaruh karena porsinya kecil, sekitar 20 persen.

Baca Juga

"Ini jadi semacam blessing in disguise juga, di masa perang dagang sekarang, padahal sebenarnya kurang baik," kata David pada Republika.co.id, Ahad (26/5).

Jika dilihat secara historis, daya dorong ekonomi paling besar dari konsumsi baru terjadi di masa sekarang. Dulu sekitar tahun 1990-an, sebelum reformasi, sektor investasi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi terbesar.

David menilai Indonesia harus mulai serius untuk memprioritaskan investasi lagi terutama Foreign Direct Investment (FDI). Perang dagang bisa segera usai dan permintaan global bisa kembali meningkat. Reformasi struktural ekspor impor akan memakan waktu lebih lama dibandingkan investasi.

"Saat ini kita terbantu karena permintaan domestik masih tinggi," kata David.

Kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II pun akan mirip dengan kuartal sebelumnya. Untuk investasi, sejumlah tantangan memang masih menghadang seperti diantaranya kepercayaan investor dan kondisi di dalam negeri.

Hasil penentuan kepemimpinan pemerintahan masih berlarut-larut sehingga membawa ketidakpastian bagi investor. Padahal mereka membutuhkan kepastian bisnis untuk bisa menanamkan investasi di Indonesia.

"Kemungkinan Oktober nanti baru bisa pasti, jadi saya pikir untuk tahun ini pun kita masih kehilangan momen, mungkin tahun depan," kata David.

Indonesia perlu menggenjot FDI karena posisinya masih rendah dibanding negara ASEAN lain, yakni 1,7 persen Produk Domestik Bruto. Indonesia masih berada di bawah Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Filipina. FDI Vietnam mencapai 7-10 persen dari PDB.

Indonesia masih dianggap tidak lebih menarik bagi investor asing. Sehingga perlu adanya reformasi struktural yang lebih optimal. Mulai dari legalitas bisnis, kebijakan perdagangan, dan kemudahan lain yang membawa keleluasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement