Kamis 23 May 2019 10:55 WIB

Pemerintah Terus Pantau Respons Investor Pasca-Aksi 22 Mei

Jika kekisruhan terus berlanjut, investor akan merespons negatif terhadap pasar.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Pedagang melayani calon pembeli di Pasar Glodok, Jakarta, Rabu (22/5/2019)
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pedagang melayani calon pembeli di Pasar Glodok, Jakarta, Rabu (22/5/2019)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono memastikan pemerintah akan terus memantau kondisi ekonomi makro pasca aksi massa 22 Mei. Khususnya terkait respons dari para investor, baik yang baru ingin menanamkan modal di Indonesia maupun mereka yang hendak melakukan ekspansi. 

Susiwijono mengatakan, kondisi ekonomi makro Indonesia sebenarnya tidak mendapatkan pengaruh dari aksi kemarin. Aktivitas koordinasi kebijakan di bidang ekonomi juga tetap jalan.

Baca Juga

"Tapi, yang kita perlu lihat adalah respon dari investor," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (23/5). 

Susiwjono menilai, kondisi investasi di Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya, perkembangan global di mana Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru mengeluarkan tarif tahap kedua terhadap produk Cina. Kebijakan tersebut memberikan pengaruh kepada kinerja ekspor impor negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Dari berbagai aspek, Susiwijono menyebutkan, kondisi pasar menjadi poin yang paling diperhatikan pemerintah. Ia berharap, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat kembali normal seiring dengan kondisi massa yang menunjukkan perbaikan. "Kita berharap, tidak dampak serius ke perekonomian," ucapnya. 

Susiwijono memastikan, aksi 22 Mei tersebut berbeda dengan kondisi 1998. Aksi yang dilakukan saat ini lebih merespons hasil pelaksanaan demokrasi. Ia menilainya sebagai kondisi yang wajar mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi. 

Hanya saja, Susiwijono meminta kepada seluruh pemangku kepentingan untuk selalu mempertimbangkan keputusan dan aksinya terhadap dampak ekonomi. Apabila kekisruhan terus berlanjut, ia khawatir respons market dan investor cenderung negatif terhadap pasar Indonesia. 

Kecemasan dirasakan Susiwijono mengingat investasi luar negeri di Indonesia didominasi oleh portofolio berdasarkan outlook neraca pembayaran. Hal tersebut membuat aliran modal asing cenderung rentan keluar, terutama saat ada kejadian yang dinilai tidak kondusif. "Oleh karena itu, penting kita jaga supaya ini cepat selesai," ujarnya. 

Untuk menjaga kondisi ekonomi makro, Susiwijono menyebutkan, dibutuhkan keterlibatan lintas sektor. Tidak hanya dari sisi ekonomi, juga politik, hukum dan keamanan (polhukam). 

Pada perdagangan pasar spot Kamis (23/5) pagi, nilai tukar rupiah terlihat berada di posisi Rp 14.508 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka tersebut menguat 0,12 persen dibanding dengan saat penutupan Rabu (22/5) yang mencapai Rp 14.525 per dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement