REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait akuisisi Bank Mualamat oleh Al Falah Investments Pte Limited (Al Falah). Al Falah mengakuisisi 50,3 persen saham Bank Muamalat.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan pihaknya akan mempelajari akuisisi tersebut. Salah satunya dengan melihat kemampuan keuangan para investor.
“OJK nanti akan pelajari dulu tentang rencana akuisisi itu, kemampuan keuangan investornya dan konsep bisnis apa yang akan dibawa serta komitmennya agar bisnis bank bisa tumbuh berkembang lebih baik ke depannya,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (19/5).
Adapun sejumlah kriteria dalam menyetujui calon investor suatu bank, antara lain kredibilitas yang berarti pemilik modal harus mampu dari segi kesiapan dana segar. Kemudian, harus memiliki komitmen kuat untuk memperkuat struktur permodalan bank.
“Ya kalau RUPS tahunan setiap perusahaan kan biasa, agendanya ada rencana akuisisi mungkin ada pertimbangan bisnis yang bisa sinergi untuk dijajaki. Wajar saja karena baru rencana,” ungkapnya.
Sebelumnya Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Bank Muamalat membutuhkan modal baru setidaknya Rp 8 triliun. Dana tersebut dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan bisnis bank maka otoritas meminta investor yang hendak masuk menyetorkan Rp 4 triliun ke rekening penampung sebagai bukti komitmen.
Bank Muamalat berkutat dengan masalah permodalan sejak tiga tahun terakhir. Puncaknya pada 2017 rasio kecukupan modal sempat menyentuh 11,58 persen.
Adapun kinerja Bank Muamalat tergerus oleh lonjakan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). NPF bank syariah itu sempat di atas 7 persen, jauh lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator.
Penyumbang NPF terbesar berasal dari sektor tambang dan turunannya, transportasi, infrastruktur serta konstruksi.