REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian mencatatindustri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) tumbuh 3,6 persen pada kuartal I 2019. Pertumbuhan ini masih di bawah target tahun ini yang dipatok 4,3 persen.
"Ini masih kuartal I, siklus komoditasnya berbeda-beda. Nanti ada yang naiknya di kuartal II dan atau kuartal III," kata Direktur Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono saat dihubungi di Jakarta, Senin (13/5).
Menurut Sigit, sektor yang tumbuh pesat pada kuartal I adalah industri pakaian jadi yang mencapai 18,98 persen. Hal tersebut terjadi, menurut Sigit, karena permintaan produk pakaian jadi meningkat menjelang Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2019.
"Lebarannya memang masih Juni, tapi persiapannya sejak awal tahun, sehingga demand-nya meningkat dan terjadilah growth," ungkap Sigit.
Namun, sektor industri tekstil dinilai mengalami pertumbuhan yang paling melambat, mengingat masih terjadi lonjakan impor hingga dua kali lipat. "Impor naik, terutama yang masuk di Pusat Logistik Berikat (PLB). Kebanyakan impor dari Cina, itulah mengapa kain kita ini turun terus," ujarnya.
Sedangkan, untuk sektor industri kimia, Sigit menyampaikan industri ini membutuhkan investasi baru untuk menyubtitusi impor yang nilainya mencapai 30 miliar dolar AS. Namun, investasi di sektor industri kimia harus dilakukan terintegrasi, yakni dari hulu hingga hilir, sehingga bersifat padat modal.
"Investasi sektor ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk membangun. Ini yang agak sulit, karena padat modal dan memerlukan waktu," kata Sigit.
Namun, apabila investasi sektor kimia betul-betul dapat terealisasi, maka kapasitas produksinya diprediksi mampu mengurangi ketergantungan impor produk kimia yang diperuntukkan bagi berbagai industri di Indonesia. "Lotte saja kalau sudah beroperasi bisa mengurangi 50 persen impor," ujarnya.