Senin 13 May 2019 13:14 WIB

Blue Print Integrasi Transportasi Harus Segera Dibuat

Blue Print ini dimaksudkan agar semua moda dapat terkoneksi dan saling komplementer.

Harga tiket pesawat masih mahal.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Harga tiket pesawat masih mahal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Organda menilai kenaikan harga tiket pesawat merupakan kewajaran untuk menyeimbangkan rasio keberlangsungan dalam usaha transportasi. Namun menurut Organda masalah yang cukup mendesak saat ini adalah pemerintah harus secepatnya membuat “blue print” pengembangan transportasi dipelbagai moda dan  skenario penyelenggaraannya.

Hal ini dimaksudkan agar semua moda dapat terkoneksi dan saling komplementer. "Skenario integrasi dan koneksi diberlakukan secara nasional haruslah tetap dilaksanakan dengan sistematis dan terencana," kata Sekjen DPP Organda Ateng Aryono dalam pernyataan persnya, Senin (13/5).

Baca Juga

Menurut sekjen DPP Organda, skenario yang dimaksud agar pemerintah jangan takut gagal atau tidak cocok dalam menerapkan skenario. “Minimal bisa jadi pedoman pengambilan kebijakan, termasuk bagaimana skenario modal share antarmoda. Artinya kesan predatory atas nama kemajuan zaman tidak perlu jadi justifikasi lagi,” ujar Ateng

DPP Organda lebih memfokuskan pada dinamika pembangunan infrastruktur angkutan umum yang saat ini memerlukan integrasi yang baik untuk memudahkan perpindahan barang dan penumpang. Selain menciptakan penyelenggaraan angkutan yang bersifat komplementer angkutan antarmoda menjadi satu kesatuan.

Salah satu penyebab iklim usaha tranportasi menjadi tidak kondusif adalah terjadinya “predatory price” dalam penentuan tarif. Ini mengakibatkan dunia tranportasi darat, laut dan udara mengalami ketidakseimbangan menjalankan usahanya.

DPP Organda menilai kenaikan tarif tiket pesawat merupakan kewajaran untuk menyeimbangkan rasio keberlangsungan sebuah usaha transportasi. Ada kesan persaingan tarif yang selama ini dinilai kurang sehat menjadi predator terhadap industri moda lainya.

Menurut Ateng, saat ini yang sangat dibutuhkan tidak hanya soal tarif tapi, lebih ke prinsip integrasi antarmoda transportasi guna mencegah konektivitas yang buruk antarmoda. Integrasi antarmoda harus menitikberatkan pada aspek kemudahan mobilitas penumpang transportasi publik.

“Minimal pemerintah memiliki semacam 'blue print' yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk merencanakan integrasi antarmoda di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Ateng, integrasi antarmoda ini akan berfokus pada aspek, kecepatan akses penumpang, kemudahan penumpang dalam mengakses transportasi publik, keterjangkauan tarif dan lokasi kebutuhan integrasi. Ateng menilai kegagalan pemerintah saat ini dalam menyediakan angkutan umum yang baik, ditandai dengan kondisi angkutan umum yang semakin buruk dengan turunnya kualitas layanan dan penurunan jumlah penumpang. Ditambah lagi kebijakan penyediaan angkutan massal yang cenderung mengesampingkan peran angkutan eksisting (angkot dan bus).

Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah karena tidak bisa dihindari bahwa angkutan umum masih dibutuhkan dan masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Dengan kata lain DPP Organda berharap kepada pemerintah agar dapat  memberikan gambaran besar yang menyeluruh tentang langkah-langkah untuk perbaikan transportasi publik.

DPP Organda juga  menyambut baik pembangunan moda baru sperti  MRT dan LRT, namun skenario lanjutan untuk "menyelaraskan” dengan moda eksisting mutlak diperlukan. Model ini baru dinikmati sebagian masyarakat Jadetabek dan fenomena ini menguatkan keberadaan blue print pengembangan penyelenggaraan transportasi terintegrasi sangat diperlukan secara nasional

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement