Ahad 12 May 2019 17:20 WIB

Pertamina Optimalisasi Pembelian Minyak Mentah Domestik

Semua mengarah kepada hal yang sama yaitu peningkatan kinerja kilang Pertamina.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Budi Raharjo
Kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan IV di Cilacap, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan IV di Cilacap, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan mengoptimalkan pembelian minyak mentah dari produksi perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Langkah ini untuk memaksimalkan pengolahan bahan bakar minyak di dalam negeri.

Hal itu seiring kebijakan pemerintah untuk mulai menghentikan impor avtur dan solar pada Juni mendatang. “Pertamina terus upayakan secara optimal untuk membeli minyak mentah dari KKKS. Saat ini, kinerja kilang Pertamina sudah baik dan terus ditingkatkan,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman kepada Republika.co.id, Ahad (12/5).

Fajriyah mengatakan, pada pekan ketiga April lalu, Pertamina telah mengeluarkan kesepakatan untuk pembelian minyak dan kondensat dalam negeri sebanyak 137 ribu barel per hari. Pembelian itu bersumber dari 32 KKKS yang beroperasi saat ini.

Ia menegaskan, Pertamina dan seluruh unit anak usaha mengupayakan agar produksi kilang dari Pertamina dapat mencukupi kebutuhan domestik. Terutama, avtur dan solar yang disebutkan oleh pemerintah.

Secara prinsip, Fajriyah menyampaikan, impor diperlukan untuk menutup selisih antara pasokan dan kebutuhan yang lebih tinggi. Hal ini utamanya terjadi pada avtur. Karena itu, sepanjang kebutuhan avtur mencukupi, impor tidak akan dilakukan. Pihaknya akan terus melakukan evaluasi perkembangan permintaan pasar dalam negeri untuk komoditas avtur.

Menurut Fajriyah, saat ini beberapa kilang yang menjadi penghasil utama avtur adalah Refinery Unit (RU) IV Cilacap, RU V Balikpapan, dan RU II Dumai. “Dari sisi hulu, kita optimal mengupayakan menyerap minyak mentah domestik. Tapi, di sisi lain saat ini minyak mentah juga masih ada yang diimpor baru masuk ke kilang dan diolah. Hasil kilang inilah yang menjadi produk jadi. Jadi, jika cukup dan sesuai permintaan, tentu tidak perlu impor,” ujar dia.

Adapun khusus komoditas solar, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan produksi sesuai kebutuhan domestik. Sebagai catatan, rata-rata konsumsi solar per tahun antara 14-15 juta kilo liter. “Kita upayakan untuk terus menurunkan impor. Semua mengarah kepada hal yang sama yaitu peningkatan kinerja kilang,” ujarnya.

Di satu sisi, kebijakan biodiesel 20 persen (B20) turut menjadi konsentrasi Pertamina dan pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan minyak sawit dan meminimalisasi konsumsi bahan bakar fosil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement