REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Wilayah Magelang sebagaimana tertulis dalam memorial pemerintah daerah ternyata menyimpan sejarah panjang kejayaan bawang putih. Era tersebut terjadi pada 1980 hingga 1990, meliputi 3 kecamatan di lereng Gunung Sumbing yaitu Kecamatan Kaliangkrik, Kajoran dan Windusari.
Luas tanam bawang putih di kawasan tersebut dulunya rata - rata mencapai 1.500 hektare per tahun dengan produksi 9.000 ton. Bahkan sisa - sisa kejayaan tersebut secara kasat mata masih dapat dilihat di Desa Sutopati dan Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran berupa gudang bawang putih. Selain itu terdapat bangunan rumah mewah dengan atap rumah dicor, berfungsi untuk penjemuran bawang putih.
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Tri Agung menyebut kejayaan bawang putih Magelang mulai meredup setelah 1990 - an. "Penyebabnya dari aspek budidaya bawang putih, petani kurang memperhatikan soal konservasi lahan. Tidak ada terasering dan marak terjadi penebangan tanaman tegakan sehingga kesuburan tanahnya makin menurun. Dampaknya mutu dan produksi tanaman ikut turun," terang Tri.
Menurutnya, keadaan makin diperparah dengan mulai masuknya bawang putih impor ke Indonesia. Produksi bawang lokal kalah bersaing dari sisi harga, ukuran dan bentuk umbi. "Sehingga petani mulai enggan menanam karena terus merugi, biaya produksi tinggi, belum lagi produktivitas yang terus menurun. Perlahan tapi pasti bawang impor kian menggerus pasar produksi bawang putih lokal," imbuh Tri.
Swasembada
Bawang putih yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati.
Sejak swasembada digalakkan, luas tambah tanam dan panen bawang putih kembali bertambah. Menurut data dinas setempat, luas panen bawang putih pada 2016 hanya mencapai 38 hektare dengan produksi hanya 178 ton. Namun pada 2018, luas tanam melonjak naik hingga 500 hektare lebih.
"Kurun 2017 - 2019, Kementerian Pertanian menggelontorkan APBN lebih dari Rp 26,6 miliar khusus untuk pengembangan bawang putih di Magelang. Kami optimis kejayaan bawang putih Magelang bisa dibangkitkan kembali baik melalui APBN maupun wajib tanam importir," tukasnya.
Potensi besar
Kunjungan Kementan ke desa penghasil bawang putih.
Direktur Perbenihan Hortikultura, Sukarman mengatakan potensi lahan di daerah Ngablak masih sangat luas dan potensial ditanam bawang putih.
"Kami sangat mendukung upaya dinas dan importir yang gencar melakukan ekspansi tanam. Dari yang biasanya hanya di lereng Gunung Sumbing, saat ini telah meluas ke wilayah timur di lereng Gunung Merbabu, Gunung Andong dan Gunung Telomoyo," ujar Sukarman.
Diakui Sukarman, lahan di lokasi ini sangat bagus dan tersedia ribuan hektare. Petaninya juga antusias. Hasil panen bawang putih varietas Lumbu Kuning di kawasan tersebut ternyata juga tidak kalah dibandingkan dengan di wilayah barat yang sudah terlebih dulu ada.
"Buktinya hasil panen di Ngablak ubinannya mencapai 12 ton per hektar. Ini luar biasa," tambah Sukarman semangat di hadapan ratusan petani setempat.
Benih
Sukarman mengatakan seluruh hasil panen tahun 2018 lalu akan dijadikan benih untuk musim tanam 2019. "Tentu yang bisa dijadikan benih adalah yang umbinya bagus. Kalau tidak bisa dijadikan benih, bisa dijual sebagai konsumsi," tutur pria yang akrab dipanggil Karman ini.
Hasil panen bawang putih lokal, lanjut Karman, akan dikawal oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) menjadi benih bermutu untuk musim tanam berikutnya. Sampai 2021, Menteri Pertanian menargetkan swasembada tercapai. Lebih cepat lebih baik.
Menyerap hasil panen
Panen bawang putih di Magelang 2
Penangkar benih Magelang, Fathul Hakim mengaku siap menyerap hasil panen petani untuk diproses menjadi benih di gudang miliknya di Kaliangkrik. Secara umum hasil panen di Ngablak bagus, jenisnya lumbu kuning.
"Selama kondisi panenan bawangnya bagus, kami siap menyerap. Supaya petani makin semangat tanam. Para penangkar benih Magelang saat ini tak hanya mampu memasok kebutuhan benih untuk petani Magelang, namun juga memasok kebutuhan benih di luar diantaranya ke Palu, Poso, Donggala, Sigi, Agam, Tanah Datar, Lumajang dan Wonosobo," kata Hakim.
Bermitra
Lahan pertanian bawang putih
Direktur PT Sentosa Indo Permata, Dicky Yongko mengaku senang bermitra dengan petani di Ngablak Magelang untuk merealisasikan kewajiban tanamnya. Sebagai tahap awal pihaknya menanam 20 hektare sebagai syarat pengajuan rekomendasi impor atau RIPH.
"Kami pelaku usaha yang pertama kali masuk Ngablak. Ternyata memang cocok. Sesuai ketentuan, tahap awal kami tanam dulu 20 hektare sebagai syarat pengajuan rekomendasi impor atau RIPH. Luasan tersebut 25% dari total kewajiban kami 80 hektar. Komitmen kami akan lunasi tanam di Ngablak ini sesuai ketentuan pemerintah," kata Dicky.