Senin 29 Apr 2019 09:16 WIB

Kuartal I 2019, Garuda Indonesia Untung 19,7 Juta Dolar AS

Pada 2018, Garuda Indonesia membukukan laba bersih 5,02 juta dolar AS

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Garuda Indonesia
Foto: ANTARA
Garuda Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada kuartal I 2019, PT Garuda Indonesia Tbk mencatatkan laba bersih sebesar 19,7 juta dolar AS atau tumbuh signifikan dari rugi pada kuartal I 2018 sebesar 64,3 juta dolar AS. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan laba perseroan sebesar 1,09 miliar dolar AS atau tumbuh 11,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan perseroan terus memberikan kontribusi terbaik bagi stakeholders dengan terus memperbaiki kinerjanya.

Baca Juga

“Hingga akhir 2018, Garuda Grup berhasil membukukan laba bersih sebesar 5,02 juta dolar AS. Ke depan perseroan akan berupaya untuk meningkatkan performa dan kinerjanya, dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan non-passenger,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Senin (29/4).

Askhara merinci kinerja tersebut dikontribusikan lini pendapatan layanan penerbangan berjadwal sebesar 924,9 juta dolar AS atau tumbuh sebesar 11,6 persen dibandingkan periode yang sama di kuartal 1 – 2018. Selain itu, perseroan juga mencatatkan pertumbuhan signifikan pada kinerja ancillary revenue dan pendapatan anak usaha lainnya sebesar 27,5  persen dengan pendapatan mencapai 171,8 juta dolar AS.

“Garuda Indonesia menunjang akselerasi bisnis perusahaan yang berfokus pada tiga hal, yaitu transformasi budaya perusahaan melalui pengembangan SDM, proses, dan teknologi. Lalu peningkatan pendapatan, dan terakhir memperbaiki struktur biaya namun tetap memprioritaskan pelayanan kepada pelanggan,” jelasnya.

Sementara Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Fuad Rizal menambahkan perseroan akan lebih mengoptimalkan pendapatan dari jasa kargo udara. Mengingat potensi kargo udara di Indonesia sangat besar dan bisnis e-commerce saat ini berkembang pesat, sehingga akan memberi dampak positif bagi perseroan.

“Saat ini Garuda Indonesia menjadi pemain utama dalam bisnis kargo nasional. Kami akan terus berupaya meningkatkan bisnis kargo ini, sehingga bisa memberikan dampak positif bagi perseroan,” ucapnya.

Menurutnya selama ini pendapatan dari non-passenger masih di bawah dari pendapatan dari penjualan tiket penumpang. Ke depan, perseroan akan membesarkan persentasi pendapatan dari kargo.

Perihal laporan keuangan

Sementara itu menyikapi ramainya pemberitaan mengenai laporan keuangan perseroan 2018 yang memasukkan piutang menjadi pendapatan, hal itu tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 karena secara subtansi Pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.

PSAK 23 menyatakan 3 kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan dividen di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas dan adanya transfer of risk.

Sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (member of BDO international) yang merupakan Big 5 (Five) Accounting Firms Worldwide dinyatakan dalam pendapat auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar tanpa pengecualian).

“Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sebagai Big5 Audit Firm, BDO seharusnya telah menerapkan standar audit internasional yang sangat baik,” ucapnya.

Perihal Transaksi Layanan Konektivitas dengan Mahata Aero Teknologi, menurut

Direktur Teknik dan Layanan Garuda Iwan Joeniarto kerja sama layanan konektivitas antara Garuda Grup dengan Mahata merupakan kerja sama yang saling menguntungkan dan juga dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang untuk menunjang perkembangan e-commerce yang sangat pesat dan berkembang saat ini.

Mahata telah didukung oleh Lufthansa System untuk kerja sama sistem on-board network, Lufthansa Technic untuk penyediaan perangkat wifi di pesawat, Inmarsat dalam hal kerja sama konstelasi satelit, CBN dalam hal kerja sama penyediaan jaringan fiber optik, KLA dalam hal kerja sama penjualan kuota pemakaian internet dan  juga dengan Aeria dan Motus untuk kerja sama penyediaan layanan penjualan iklan, untuk mendukung memberikan pelaksanaan layanan kepada Garuda Grup.

“Pada perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di pesawat, terdapat dua transaksi yaitu biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas serta pengelolaan in-flight entertainment, dan bagi hasil (profit-sharing) atas alokasi slot untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak,” jelasnya.

Atas transaksi tersebut, lanjut Fuad, Garuda Grup mengakui pendapatan yang merupakan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan konektivitas, seperti hal nya signing fee atau biaya pembelian hak penggunaan hak cipta untuk bisa melaksanakan bisnis di pesawat Garuda Grup.

“Penjualan atas hak ini tidak tergantung oleh periode kontrak dan bersifat tetap dimana telah menjadi kewajiban pada saat kontrak ditanda tangani. Garuda grup tidak memiliki sisa kewajiban setelah penyerahan hak pemasangan alat konektivitas tersebut,” ungkapnya.

Sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis bahwa pembayaran kompensasi Hak pemasangan tersebut tidak serta-merta menimbulkan kewajiban Garuda Grup untuk mengembalikan Biaya Hak kompensasi yang telah dibayarkan Mahata apabila dikemudian hari terdapat pemutusan kontrak kerja sama.

“Untuk memenuhi prinsip Good Corporate Governance, Garuda Grup telah melakukan kajian risiko terhadap transaksi ini dan juga telah melakukan analisa terhadap mitigasi risikonya,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement