REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bahana TCW Investment Management optimistis pasar obligasi Indonesia masih menjadi incaran para investor pada 2019. Hal ini disebabkan adanya dukungan dari kondisi ekonomi nasional yang membaik.
"Mata uang rupiah terjaga terhadap dolar AS, inflasi cukup terkendali serta sentimen hasil quick count pemilu yang sesuai ekspektasi membuat pasar obligasi kita masih dilirik investor," ujar Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonom Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat, Rabu (17/4).
Budi menambahkan perhatian pemerintah untuk memperbaiki defisit neraca berjalan turut direspon positif pasar. "Perbaikan defisit menjadi faktor yang kuat bagi pasar SBN (surat berharga negara). Ditambah lagi dengan sikap The Fed yang dovish," katanya.
Ia menilai sikap The Fed yang cenderung dovish membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga pada 2019. "Kalau suku bunga BI diturunkan, pasar obligasi kita akan semakin menarik bagi investor. Likuiditas makin bagus dan investor asing akan menambah porsi kepemilikannya," ujarnya.
Selain itu, minat investor terhadap kepemilikan obligasi juga tidak lepas dari predikat investasi Indonesia yang berada di level investment grade (layak investasi). Dampak positif obligasi akan diikuti pasar saham yang juga akan ikut naik.
Selanjutnya, Budi mengatakan sentimen yang akan menjadi perhatian investor yakni jajaran kabinet atau menteri yang akan mewakili pemerintahan selanjutnya. Untuk menjaga kepercayaan investor terhadap instrumen obligasi di dalam negeri, Budi Hikmat mengharapkan perbaikan terhadap transaksi berjalan dengan fokus mendorong industri manufaktur.
"Indonesia tidak bisa lagi bergantung pada komoditas, harus mendorong manufaktur. Negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam sudah berkembang manufakturnya," katanya.
Menurut dia, manufaktur menjadi salah satu kunci memperbaiki defisit transaksi berjalan. Manufaktur yang berkembang akan mendorong kinerja ekspor Indonesia lebih berkualitas.