Kamis 11 Apr 2019 00:20 WIB

BPN Kritik Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Menurut TKN, ekonomi Indonesia tidak bisa disamakan dengan Vietnam atau negara lain

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi.
Foto: Republika
Pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim Ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritik kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diklaim stabil. Menurut BPN, pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5 persen dalam beberapa tahun terakhir tidak dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Kami mempelajari kebijakan ekonomi pemerintah. Kalau bicara adil, bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati semua orang. Kalau bicara makmur, tentu saja pendapatan per kapita harus dinaikkan daripada saat ini,” kata Tim Ekonomi BPN Prabowo-Sandiaga, Anthony Budiawan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (10/4).

Baca Juga

Anthony memaparkan, target pertumbuhan ekonomi di era Presiden Joko Widodo cukup besar, yakni hingga 7 persen. Sayangnya, pertumbuhan hanya bisa bertengger di level 5 persen. Besaran pertumbuhan itu untuk saat ini sangat tidak cukup untuk memberantas kemiskinan.

Adapun tingkat pendapatan per kapita masyarakat Indonesia saat ini sebesar Rp 56 juta per orang per tahun. Anthony menegaskan, paket kebijakan ekonomi yang disusun pemerintah sejak awal pemerintahan hingga saat ini belum begitu menunjukkan hal yang positif terhadap pertumbuhan.

“Namun pemerintah selalu mengklaim pencapaian pertumbuhan saat ini seolah sudah tinggi. Padahal itu tidak cukup baik dibanding negara lain. Stagnan,” ujar dia.

Di sisi lain, ia mencatat, transaksi berjalan Indonesia hingga saat ini masih mencatatkan defisit. Hal itu diikuti dengan kinerja neraca perdagangan Indonesia tahun lalu mengalami defisit.

Sementara itu, Anthony mengatakan, perekomian Indonesia masih lebih mengandalkan modal asing yang ditanam di portofolio. Padahal, hal itu berisiko karena modal asing di portofolio bisa ditarik kapan saja.

Hal itu, kata dia, dapat membawa Indonesia kembali kepada krisis moneter tahun 1998 akibat ketergantungan yang besar pada modal asing. “Saat ini sebagian besar ekomomi kita masih dikuasai oleh asing,” ujar dia.

Oleh karena itu, Anthony mengatakan, pemerintahan ke depan harus lebih mengikutsertakan pelaku usaha swasta di dalam negeri untuk membangun perkonomian.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin Arif Budiman mengatakan, Indonesia tidak bisa disamakan begitu saja dengan Vietnam, Cina atau negara lainnya sebab sistem politik yang dianut berbeda-beda.

Namun, yang lebih penting untuk dilakukan adalah upaya transformasi ekonomi disertai komitmen besar dari para pelaku kepentingan. Arif menyatakan, selama masa pemerintahan Joko Widodo, pondasi-pondasi dasar ekonomi telah diperkuat sehingga menjadi kokoh.

Arif mengatakan, hal itu dapat dilihat secara langsung dengan laju inflasi nasional yang cukup rendah, yakni hanya berada pada kisaran 3-4 persen. Selain itu, Arif mengklaim biaya logistik juga turun secara perlahan imbas dari pembangunan infrastruktur yang diprioritaskan saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement