Senin 08 Apr 2019 15:18 WIB

Tiket Pesawat Mahal Ancam Penurunan Okupansi Hotel

Pemerintah harus memberikan kesempatan maskapai regional untuk penerbangan daerah.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Dampak Tiket Pesawat Mahal: Pesawat berada di apron Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Dampak Tiket Pesawat Mahal: Pesawat berada di apron Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan adanya kenaikan tarif pesawat penerbangan. Kebijakan tarif maskapai tersebut telah menyebabkan tingkat hunian (okupansi) hotel menurun menjadi 30 persen.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan tarif maskapai telah memukul industri perhotelan. “Kita kemarin Januari sampai Maret range penurunan 30 persen untuk okunpasi seluruh Indonesia. Paling besar penurunan daerah Timur karena tiketnya mahal,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).

Baca Juga

PHRI pun meminta pemerintah melakukan dua hal untuk menggairahkan sektor wisata. Alasannya, pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan sebagai kontribusi ekonomi Indonesia pada masa depan.

Pertama, biaya avtur yang sangat tinggi tidak dibebankan kepada konsumen. Sebab, pembelian avtur maskapai penerbangan telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekitar 10 persen. “Masalah avtur tapi belakangan tidak konsisten dan dikenakan PPN. Masalah handling cash Indonesia atau biaya terkait dengan masalah parkir pesawat, navigasi mahal,” ucapnya.

Kedua, pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama untuk maskapai penerbangan regional untuk rute penerbangan daerah. “Pemerintah juga harus membedah untuk seperti apa dari pihak maskapai lalu memperbaiki seperti apa, sehingga maskapai mendapatkan keuntungan yang wajar,” ungkapnya.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengevaluasi harga tiket pesawat dalam sepekan ke depan. Hal itu akan dilakukan usai penerapan aturan baru tarif tiket pesawat sejak 1 April 2019.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap agar maskapai penerbangan dapat melakukan penyesuaian harga sesuai tarif batas atas dan bawah yang telah ditetapkan oleh Kemenhub. “Jadi, saya berharap maskapai memberikan harga yang bervariasi terutama tarif yang terjangkau bagi masyarakat,” ucapnya.

Budi juga memastikan pihaknya tidak memberikan tiket pesawat bersubsidi dari pemerintah, dalam rangka menekan harga tiket yang masih tinggi. “Tidak ada omongan itu (subsidi harga),” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement