Jumat 05 Apr 2019 14:53 WIB

Keroyokan Mencegah Stunting

Kemendes berinisiasi untuk mempercepat penuntasan stunting dengan pengadaan MCK.

Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN RI M.Yanimengatakan pencegahan kasus stunting harus melibatkan semua lintas terkait dalam satuan tugas (satgas). Dia mengatakan kasus stunting sifatnya spesifik dan sensitif sehingga penanganannya sesuai dengan tugas pokok dan tugas fungsinya masing-masing instansi terkait.

Secara nasional, sebutnya pencegahan stunting dikoordinasikan langsung dibawah Wakil Presiden Jusuf Kalla dan BKKBN menjadi salah satu instansi terlibat dalam satgas penanganannya sesuai dengan pemicu dari munculnya kasus stunting itu.

"Secara umum penyebab stunting adalah terkait asupan gizi dan tentu yang menaganinya adalah kementrian dan lembaga yang berhubungan dengan seperti pangan, pertanian dan lainnya," ujarnya, di sela acara pertemuan peningkatan kapasitas bagi pengelola proyek prioritas nasional pencegahan stunting tingkat provinsi Riau.

Pemicu kedua kasus stunting adalah terkait pola asuh dalam keluarga dan ini tupoksi BKKBN, serta ketiga berhubungan dengan infrastruktur, higienis dan sanitasi lingkungan. Untuk bidang kesehatan, tambah dia hanya memiliki tupoksi sebesar 30 persen dan di luar itu maka harus dikerjakan bersama-sama oleh instansi terkait lainnya oleh pusat dan daerah.

"Secara nasional, prevalensi kasus stunting sepanjang 2017 tercatat 37 persen dan 2018 turun menjadi 30,8 persen, sudah luar biasa. Yang menarik angka stunting turun tetapi berhubungan dengan stunting tidak begitu banyak berubah seperti pola asuh," ujar dia.

Dia mengatakan Kementrian Desa juga sudah berinisiasi untuk mempercepat program penuntasan stunting dengan pengadaan MCK dan air bersih. Ia memandang bahwa rendahnya pengetahuan ibu terhadap gizi memicu rendahnya asupan gizi yang baik bagi balitanya, selain itu menjadi kendala juga karena kasus stunting dijumpai terletak di lokasi yang terisolasi dan minim akses transportasi.

"Namun berapapun jauhnya lokasi dijumpai stunting, atau semua daerah stunting yang telah ditetapkan harus dituntaskan termasuk BKKBN melalui pokja-pokja yang diketuai oleh dinas kesehatan setempat dan BKKBN misalnya bisa menjadi wakil atau bisa dari biro kesra. Tergantung daerahnya, tetapi yang jelas lintas sektor," ujar dia.

Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Riau, Agus P. Proklamasi mengatakan, Kampar menjadi daerah sasaran intervensi penanganan stunting tahap kedua tahun 2019. "Berdasarkan hasil pertemuan ini, terungkap ada desa yang tidak pernah dikunjungi satgas pencegahan stunting seperti dari BKKBN, dan itu wajar saja karena BKKBN bukan menjadi peserta Riskedes, namun tetap harus ikut dalam penanganannya secara lintas sektoral itu," katanya.

Ke depan, ujar dia BKKBN Perwakilan Provinsi Riau akan lebih mengiatkan peran Penyuluh Lapangan KB untuk mensosialisasikan program KKBPK minimal pada kelahiran bayi berikutnya tidak lagi terpapar gizi buruk.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement