Kamis 04 Apr 2019 17:43 WIB

Perluasan Insentif Ekspor Jasa Mampu Perkecil Defisit

Ekspor jasa saat ini terbilang cukup rendah, tidak sampai enam persen.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Aktivitas ekspor impor
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas ekspor impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho melihat, memperluas fasilitas bebas pajak pertambahan nilai (PPN) atau nol persen bagi industri jasa yang melakukan kegiatan ekspor tidak lain untuk memperbaiki dan memperkecil defisit neraca jasa Indonesia. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), sepanjang 2018, defisit neraca jasa mencapai 7,1 miliar dolar AS. 

Andry menambahkan, insentif yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut diharapkan mampu meningkatkan ekspor jasa yang saat ini kita terbilang masih cukup rendah, yakni tidak sampai enam persen. "Sektor jasa alat angkut dan logistik terutama diharapkan bisa semakin tumbuh," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (4/4). 

Baca Juga

Namun, Andry menambahkan, pemerintah tetap harus memperhatikan berbagai tantangan yang kemungkinan akan dihadapi. Di antaranya, dalam melawan negara tetangga yang kini menjadi kompetitor, yaitu Singapura dan Malaysia. Keduanya diketahui memberikan insentif yang menggiurkan bagi investor di sektor jasa berorientasi ekspor. 

Selain itu, Andry menuturkan, pemerintah juga harus membenahi sistem perizinan dan regulasi yang kerap tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Di sisi lain, tantangan terbesar Indonesia adalah masih pada ketidakpastian, terutama di tingkat global yang disebabkan perang dagang antara Amerika dengan Cina. "Domestik juga mengalami kondisi serupa yang disebabkan pemilu, sehingga membuat investor wait and see," katanya. 

Kemenkeu resmi memperluas fasilitas bebas pajak pertambahan nilai (PPN) atau nol persen bagi industri jasa yang melakukan kegiatan ekspor atau ekspor jasa kena pajak. Ketentuan ini resmi dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 32 Tahun 2019 Tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. 

Dalam keterangan yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), regulasi tersebut resmi berlaku pada 29 Maret. "Tujuannya, mendorong perkembangan sektor jasa modern serta meningkatkan daya saing ekspor jasa Indonesia dan memperbaiki neraca perdagangan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga dalam keterangan resmi, Selasa.

Kegiatan yang merupakan ekspor jasa kena pajak adalah penyerahan jasa kena pajak yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia oleh Pengusaha Kena Pajak untuk dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor jasa kena pajak. Dengan demikian jasa kena pajak yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia tidak dikenai PPN (bukan ekspor jasa).

Ekspor jasa yang dapat menerima fasilitas PPN nol persen harus memenuhi dua persyaratan formal. Pertama, didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis. Kedua, terdapat pembayaran disertai bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor kepada pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor.

Perikatan atau perjanjian tertulis dimaksud harus mencantumkan dengan jelas beberapa poin. Di antaranya, jenis jasa, rincian kegiatan yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia untuk dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor dan nilai penyerahan jasa. Apabila tidak terpenuhi, penyerahan jasa dianggap terjadi di dalam wilayah Indonesia dan dikenai PPN dengan tarif 10 persen.

Dengan keluarnya regulasi tersebut, maka jenis jasa yang dikenakan PPN nol persen adalah jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan serta jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor.

Selain itu, jasa konsultansi konstruksi, jasa teknologi dan informasi, jasa penelitian dan pengembangan (research and development) juga termasuk di dalam regulasi. Jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional turut termasuk dalam beleid.

Lebih lanjut, jasa konsultansi yang meliputi jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering services), jasa konsultansi pemasaran (marketing services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan. 

DJP Kemenkeu juga menyertakan jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam daerah pabean untuk tujuan ekspor. Terakhir, jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement