REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya mengintervensi harga gabah dengan menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) sebagai bentuk pengawasan harga dasar. Dengan upaya kebijakan tersebut, diharapkan harga jual di tingkat petani tidak menjadi anjlok.
Berdasarkan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2015 disebutkan, HPP gabah kering panen (GKP) berkisar Rp 3.700 per kilogram di tingkat petani, sementara itu HPP gabah kering giling (GKG) berkisar Rp 4.650 per kilogram di gudang Bulog, serta beras dengan harga Rp 7.300 per kilogram.
“Pemerintah masih akan menambah HPP sebesar 10 persen untuk masing-masing kondisi gabah,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (4/4).
Dia melanjutkan, HET menjadi harga maksimum dengan harapan harga yang harus dibayar konsumen tidak melonjak tinggi. Khusus untuk bulan Februari hingga Mei setiap tahunnya, lanjutnya, panen raya di sejumlah daerah kerap terjadi seperti di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Dengan masuknya masa panen raya, kata dia, secara otomatis peningkatan produksi komoditas pertanian akan terjadi. Kendati demikian, pihaknya menegaskan perlunya kewaspadaan terhadap ulah tengkulak yang kerap menekan harga hasil panen petani yang amat rendah.
Menurutnya berdasarkan pantauan Menteri Pertanian bersama sejumlah jajaran Kementan di lapangan, sejak pertengahan Maret harga gabah yang turun tidak sesuai dengan HPP yang diterapkan oleh pemerintah.
“Pak menteri menyerukan larangan ke petani agar tidak bertransaksi gabah di bawah keputusan aturan yang berlaku,” katanya.
Untuk itu pihaknya memastikan, berkat upaya intervensi pemerintah dalam HPP, diketahui kini HPP menjadi Rp 4.070 per kilogram. Sementara itu untuk HPP GKG menjafi Rp 5.115 perkilogram, dan HPP beras menjadi Rp 8.030 per kilogram.