REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Penjualan e-commerce (perdagangan elektronik) global tumbuh 13 persen pada 2017 menjadi sekitar 29 triliun dolar AS. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mengatakan ada lonjakan serupa dalam jumlah pembeli daring (online), sebesar 12 persen dan mencapai 1,3 miliar, atau seperempat dari populasi dunia.
"Angka-angka baru menunjukkan bahwa e-commerce memang menciptakan peluang ekspor," kata Sekretaris Jenderal UNCTAD Mukhisa Kituyi, Jumat (29/3) waktu setempat.
Selanjutnya dari sudut pengembangan, PBB mempertanyakan apakah bisnis di negara-negara berkembang siap untuk mengambil peluang. Pertanyaan ini akan dibahas dalam E-Commerce Week yang diadakan di Jenewa, dari 1 April hingga 5 April.
Sedikit perubahan terjadi dalam daftar sepuluh pasar e-commerce teratas, dengan Amerika Serikat memegang posisi pertama. Dengan hampir sembilan triliun dolar AS, penjualan daring tiga kali lebih tinggi daripada di Jepang.
Meskipun sebagian besar pembeli melalui internet membeli barang dan jasa dari vendor dalam negeri, pangsa mereka yang membeli dari luar negeri naik dari 15 persen pada 2015 menjadi 21 persen pada 2017. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh peningkatan di Amerika Serikat.
Akibatnya, penjualan lintas-batas bisnis-ke-konsumen (B2C) mencapai sekitar 412 miliar dolar AS. Jumlah ini menyumbang hampir 11 persen dari total perdagangan elektronik B2C, kenaikan empat persen pada angka tahun sebelumnya. Satu-satunya perubahan dalam daftar adalah Jerman menyalip Korea Selatan sebagai pasar daring terbesar keempat.
Sementara itu e-commerce bisnis-ke-bisnis (B2B) terus mendominasi, menyumbang 88 persen dari semua penjualan daring, B2C (bisnis-ke-konsumen) adalah segmen dengan pertumbuhan terbanyak, naik 22 persen hingga mencapai 3,9 triliun dolar AS pada 2017. Konsumen Inggris masih paling mungkin berbelanja di internet, dengan 82 persen orang berusia 15 tahun ke atas melakukan pembelian daring pada 2017.