Sabtu 30 Mar 2019 08:10 WIB

BEI Catat Kenaikan Laba Bersih Delapan Persen

BEI tunggu 340 emiten lain yang belum menyampaikan laporan tahunan.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan emiten yang sudah melaporkan kinerja keuangan 2018, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kenaikan laba bersih sebesar delapan persen atau Rp 19 triliun dari Rp 230 triliun menjadi Rp 248 triliun. Sebanyak 140 emiten telah menyampaikan laporan keuangannya kepada BEI.

Meski demikian, menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia, jumlah tersebut baru mewakili 25 persen dari total 588 emiten yang tercatat. BEI masih menunggu laporan kinerja keuangan dari emiten lainnya hingga 31 Maret 2019. 

Baca Juga

Yetna menambahkan, kenaikan juga terlihat dari sisi pendapatan yaitu sebesar 12 persen atau Rp 213 triliun dari Rp 1.752 triliun menjadi Rp 1.965 triliun. Demikian pula dengan total aset, naik sembilan persen atau Rp 624 triliun dari Rp 6.793 triliun menjadi Rp 7.416 triliun. 

Sementara itu, total ekuitas naik pula sebanyak delapan presen atau Rp 152 trilun dari Rp 1.821 triliun menjadi Rp 1.974 triliun. Lebih rinci, Yetna memaparkan pertumbuhan kinerja keuangan ini didukung dari beberapa sektor.

Sektor pertambangan diperiode 2018, menurut Yetna, mengalami kenaikan sebesar 23 persen. Pertumbuhan juga terjadi di kektor perdagangan, jasa dan investasi sebesar 17 persen. 

Sementara itu, sektor yang mengalami penurunan terbesar adalah agrikultur sebesar 61 persen. Menurut Yetna, penurunan laba bersih tersebut terjadi akibat pengaruh harga komoditas. 

"Sepanjang 2018 itu berpengaruh dari harga komoditas. Terutama CPO, (minyak kelapa sawit) penurunan harga sekitar 15 persen," tutur Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (29/3).

Penurunan laba bersih yang siginfikan juga terjadi di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi sekitar 33 persen. Sedangkan, sektor industri dasar juga turun sebesar delapan persen. 

Beberapa sektor yang tidak mengalami perubahan adalah keuangan, consumer goods dan aneka industri. Meski demikian, menurut Yetna, pergerakan semua sektor ini bersifat dinamis. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement