REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas dan likuiditas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga. Sentimen global yang mempengaruhi kondisi tersebut antara lain adalah pelambatan perekonomian global diikuti kebijakan moneter negara-negara utama yang lebih longgar (dovish).
"Indikator perekonomian AS, Eropa, Jepang dan Tiongkok cenderung berada di bawah ekspektasi dan mendorong penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019," ujar Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Yohanes Santoso Wibowo, Kamis (28/3).
Perkembangan tersebut mendorong The Fed memutuskan untuk tidak menaikkan Federal Funds Rate (FFR) di tahun 2019 dan menghentikan program normalisasi neraca mulai September 2019. Bank Sentral Eropa dan Jepang juga tetap mempertahankan suku bunga kebijakan 2019 serta berkomitmen untuk menyediakan likuiditas yang dibutuhkan pasar.
Pemerintah Cina pun berencana memberikan insentif moneter dengan pelonggaran suku bunga dan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) serta insentif fiskal dengan menurunkan tarif pajak.
Kondisi tersebut mendorong berlanjutnya inflow ke emerging markets termasuk Indonesia khususnya di pasar surat utang dan meningkatkan likuiditas di pasar keuangan. Sejalan dengan perkembangan likuiditas dan tren global, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga kebijakannya.
Sejalan dengan perkembangan di pasar keuangan global, pasar saham dan nilai tukar Rupiah pada bulan Februari melemah tipis masing-masing sebesar 1,37 persen dan 0,64 persen month-to-month (mtm), dengan investor nonresiden membukukan net sell di pasar saham sebesar Rp3,4 triliun. Namun demikian, secara year-to-date (ytd) IHSG masih meningkat sebesar 4,02 persen dengan investor nonresiden membukukan net buy sebesar Rp10,5 triliun.
Secara sektoral, kontributor terbesar penurunan IHSG di Februari berasal dari sektor aneka industri dan pertanian. Sementara, pasar Surat Berharga Negara (SBN) menguat dengan yield rata-rata di Februari turun 26,7 bps. Investor di pasar SBN tercatat membukukan net buy sebesar Rp32,8 triliun.