REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksistensi perusahaan rintisan atau startup tengah menggeliat di tanah air. Namun, para pendiri start up masih menemui kendala klasik yang kerap menjadi keluhan, yakni terkait persoalan pendanaan untuk modal pengembangan usaha.
CEO Bizcom Indonesia, Sendra Wong, mengatakan, sebetulnya cara untuk mendapatkan pendanaan bagi startup kali ini mulai beragam. Tak hanya dari perbankan, usaha rintisan bisa memperolen permodalan dari sumber-sumber lain bisa menjadi pilihan utama.
“Tentu, membutuhkan strategi untuk menarik investor. Tapi, strategi itu bukan hanya soal pemasaran, tapi dalam hal menciptakan good value yang membuat investor tertarik,” kata Sendra Wong di Hotel Fairmont Jakarta, Kamis (28/3).
Ia mengatakan, menciptakan good value itu harus benar-benar dioptimalkan. Sebab, asal muasal investor saat ini tidak hanya bersumber dari industri keuangan, tapi juga banyak dari industri lain yang sejatinya kompetensi investor itu bukan pada investasi.
CEO Mandiri Capital Eddi Danasaputro mengatakan, startup di Indonesia setidaknya perlu memperhatikan tiga nilai jual. Pertama, apakah industri yang ia kembangkan sedang tumbuh atau tidak. Kedua, apakah pendirinya memiliki pengalaman dan kapasitas di sektor yang dikembangkan. Dan, ketiga, apakah tim yang ada di belakang pendiri memiliki kompetensi yang mumpuni.
“Setiap startup tentu punya keunggulan masing-masing. Namun, itu belum cukup karena tiga faktor itu menjadi perhatian kami sebelum mulai berinvetasi,” ujar dia.
Tak hanya sampai di situ, Eddi menambahkan, startup juga harus memiliki keunikan dan keunggulan yang kontras sehingga dapat membedakan start up itu dengan yang lainnya. Tanpa itu, kata Eddi, sulit bagi investor untuk bisa melihat prospek masa depan dari startup tersebut.
Sementara itu, start up juga mesti memiliki strategi komunikasi yang baik dan solid. Konsultan Komunikasi, Fransisca Adinda dari Precious Communications mengatakan, startup mutlak harus memiliki strategi komunikasi dari hulu ke hilir.
Sejauh ini, menurut dia, kebanyakan start up cenderung fokus pada strategi komunikasi di hilir saja. Padahal, strategi komunikasi di hulu juga diperlukan. Stragegi komunikasi hulu yang dimaksud yakni sejauh apa para pendiri perusahaan merencanakan bisnis tentang apa yang bisa disampaikan kepada publik.
Sedangkan hilir, yakni seperi aksi komunikasi yang bersentuhan langsung dengan konsumen di pasar. “Akibatnya, kita bisa lihat banyak start up yang dapat investasi di tahap seed, tapi setelah itu tidak pernah mendapat kepercayaan lagi untuk tingkatan seri A. Ini karena pendirinya hanya fokus pada kulit luar bisnisnya,” ujarnya.