REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mempercepat penyelesaian laporan keuangan delapan Kementerian/ Lembaga (K/L) yang masih menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pembentukan satgas diharapkan mampu membantu pemerintah kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dari delapan K/L tersebut, dua di antaranya masih memiliki opini disclaimer dari BPK. "Sisanya, enam K/L masih berada dalam posisi opini wajar dengan pengecualian," ujarnya saat memberikan sambutan di Auditorium BPK, Rabu (27/3).
Selain membentuk satgas, pemerintah juga melakukan sejumlah langkah agar LKPP 2018 kembali memperoleh status WTP seperti halnya LKPP 2016 dan 2017. Di antaranya penggunaan aplikasi dalam penyusunan LKPP 2018 untuk memastikan validitas data yang dimiliki.
Tidak hanya itu, pemerintah juga menindaklanjuti dan memonitor pelaksanaan masukan BPK terhadap LKPP yang telah diberikan. "Dengan demikian, pemerintah dapat mempertahankan opini WTP atas 2018 di tahun-tahun mendatang," kata Sri.
Sri mengakui, perolehan opini WTP atas LKPP 2016 dan 2017 bukanlah capaian yang mudah dan harus senantiasa dipertahankan. Ia turut menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas semua rekomendasi maupun saran perbaikan yang diberikan BPK di dalam pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara.
Dalam kesempatan tersebut Sri melaporkan LKPP 2018 yang belum diaudit (unaudited) kepada BPK. Ia menyampaikan tujuh komponen laporan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Di antaranya laporan realisasi APBN, laporan perubahan saldo anggaran lebih dan laporan arus kas.
Sementara itu, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengapresiasi proses pengerjaan LKPP 2018 (unaudited) yang dapat diselesaikan pemerintah tepat waktu, yaitu tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir atau pada Maret. Poin ini dapat menjadi gambaran pelaksanaan APBN yang semakin baik.
"Penghargaan disampaikan kepada seluruh menteri dan pimpinan lembaga tahun 2018," tuturnya.
Tapi, Moerhamadi menilai, pemerintah pusat masih memiliki sejumlah kelemahan, terutama dalam sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap perundang-undangan. Kelemahan ini harus segera diselesaikan, terutama untuk delapan K/L yang menjadi sorotan BPK karena belum memperoleh opini WTP.
Moermahadi menambahkan, pemerintah juga harus memperhatikan rekomendasi BPK. Sebab, tindak lanjut pemerintah dapat menentukan hasil LKPP 2018 (unaudited) yang baru diserahkan ke BPK.
Di sisi lain, Moerhamadi menilai, terdapat beberapa kebijakan pemerintah selama pelaksanaan APBN 2018 yang diyakini turut mempengaruhi pelaksanaan anggaran dan akan berdampak pada LKPP 2018. Misalnya, penetapan harga jual batubara untuk penyediaan listrik, pemberian subsidi listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 VA dan penilaian kembali barang milik negara (BMN). "Terakhir, penetapan harga jual harga BBM dan listrik di bawah harga keekonomian," katanya.