REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vice President Corporate Secretary Sriwijaya Air Retri Maya mengatakan hingga saat ini kondisi keuangan Sriwijaya Air Group dinilai masih belum sehat. Retri menuturkan hal tersebut dikarenakan tingginya biaya operasional dalam bisnis penerbangan saat ini.
Untuk itu, Retri menilai kerja sama operasi atau manajemen dengan Garuda Indonesia Group menjadi poin penting. "Ini untuk melakukan negosiasi dan restrukturisasi kewajiban Sriwijaya Air Group pada pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Retri, Rabu (28/3).
Hanya saja, Retri mengakui hal tersebut juga masih membutuhkan bantuan dari yang lainnya. Menurut Retri, SriWijaya Air hingga saat ini juga masih membutuhkan bantuan termasuk dari para pengelola bandara.
Terlebih, saat ini pemerintah tengah membuat regulasi baru terkait tarif tiket pesawat. "Apalagi pemerintah berencana akan menurunkan harga tiket kembali. Hal tersebut tentu akan semakin menyulitkan kami," jelas Retri.
Sebelumnya, pengelola Bandara Soekarno-Hatta memadamkan aliran listrik di counter Sriwijaya Air yang berada di Terminal II. Akibat pemadaman listrik tersebut, maka operasional di counter check in Sriwijaya Air dilakukan secara manual.
Retri menjelaskan seluruh proses penerbangan Sriwijaya Air Group semalam (27/3) mengalami keterlambatan karena terjadi penumpukan di counter check in. "Pihak Sriwijaya Air Group berkomitmen untuk tetap melayani seluruh pelanggannya meski melalui proses manual," ungkap Retri.
Dia menejelaskan pemadaman listrik tersebut disebabkan oleh adanya tunggakan yang belum dibayar. "Ini diduga terkait adanya kewajiban Sriwijaya Air kepada Angkasa Pura II selaku pengelola bandara," jelas Retri.
Retri mengakui Sriwijaya Air Group memang memiliki kewajiban kepada AP II. Retri memastikan saat ini Sriwijaya Air sedang berupaya keras memperbaiki keuangan perusahaan serta dapat memenuhi seluruh kewajibannya.