REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Progres penyerapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hingga 24 Maret 2019, yakni realisasi keuangan sebesar 6,59 persen atau sebesar Rp 7,3 triliun dan realisasi fisik sebesar 7,13 persen. Kementerian PUPR pada 2019 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 110,7 triliun, ditambah anggaran penanganan jalan nasional dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha Availaibility Payment (KPBU-AP) sebesar Rp 5,1 triliun.
Dari angka Rp 110,7 triliun tersebut, jumlah paket kontraktual termasuk kontrak Multi Years Contract (MYC) sebanyak 8.755 paket dengan nilai Rp 88,5 triliun. Progres lelang hingga 24 Maret 2019 dari nilai paket kontraktual 2019 sebesar Rp 88,5 triliun. Angka ini terbagi dalam 8.755 paket, sudah terkontrak sebanyak 3.462 paket (39,5 persen dari jumlah paket) dengan nilai Rp 49 triliun (55,4 persen dari pagu).
"Sisanya 5.293 paket senilai Rp 39,5 triliun dalam proses lelang sehingga progres ini akan berubah setiap harinya," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalan keterangan pers.
Kementerian PUPR sebagai pembina jasa konstruksi nasional juga mendengarkan aspirasi masyarakat jasa konstruksi untuk meningkatkan kemampuan kontraktor dan konsultan kecil dan menengah. Sehingga, dengan kebijakan pemaketan pekerjaan di Kementerian PUPR, jumlah paket pekerjaan lebih banyak untuk klasifikasi badan usaha kecil menengah. Dengan kebijakan tersebut, pengusaha kecil dan menegah di daerah mendapat porsi lebih banyak.
"Untuk jasa konstruksi, kontraktor besar tidak boleh ikut pelelangan untuk pekerjaan di bawah Rp 100 miliar," kata dia.
Basuki menjelaskan, dari total jumlah paket jasa konsultansi 2.744 paket dengan nilai pagu Rp 9,9 triliun, untuk nilai pekerjaan sampai dengan Rp 1 miliar bagi badan usaha kecil sebanyak 1.148 paket (42 persen) senilai Rp 703 miliar. Untuk nilai pekerjaan di atas Rp 1 miliar hingga Rp 2,5 miliar untuk dikerjakan badan usaha klasifikasi menengah sebanyak 869 paket (32 persen) senilai Rp 1,4 triliun dan paket jasa konsultansi diatas Rp 2,5 miliar untuk klasifikasi besar sebanyak 727 paket (26 persen) senilai Rp 7,8 triliun.
Sementara untuk pekerjaan konstruksi dari total 5.552 paket, untuk nilai pekerjaan klasifikasi kecil yakni sampai dengan Rp 10 miliar sebanyak 3.954 paket (71 persen) senilai Rp 10,8 triliun. Kemudian untuk klasifikasi menengah dengan nilai pekerjaan diatas Rp 10 miliar hingga 100 miliar sebanyak 1.226 paket (22 persen) senilai Rp 32,2 triliun dan klasifikasi besar diatas Rp 100 miliar sebanyak 372 paket senilai Rp 88,8 miliar.
Ia juga menginstruksikan kepada seluruh Direktorat Jenderal untuk mempercepat pelelangan tahun ini agar manfaat pekerjaan fisiknya bisa segera dirasakan masyarakat, khususnya pada pekerjaan infrastruktur kerakyatan. Seluruh program harus dipastikan berjalan dengan baik dan maksimal, serta melakukan pemantauan secara berkala serta stop pemborosan dan memastikan untuk kepentingan rakyat
Menurutnya, anggaran program infrastruktur kerakyatan di Kementerian PUPR sebesar Rp 9,2 triliun sudah berjalan dan terus bergulir di daerah. Anggaran tersebut digunakan untuk tujuh program, yakni Pembangunan Jembatan Gantung Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) terhadap 900 desa dengan realisasi anggaran Rp 2,02 triliun, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebanyak 206.500 unit sebesar Rp 4,29 triliun, penyusunan Pedoman Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) 9000 kecamatan senilai Rp 0,54 triliun, penataan Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebanyak 1,193 kelurahan serapan anggaran Rp 0,28 triliun, Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) terhadap 5.323 desa dengan anggaran Rp 0,96 triliun, dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) sebanyak 809 lokasi sebesar Rp 0,32 triliun.