REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki 2019 masih banyak dunia usaha menghadapi kecemasan karena ada tantangan baru. Banyak hal yang sulit diprediksi seperti biasa seperti periode-periode sebelumnya, salah satunya dunia perbankan nasional.
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Tbk (Persero) mengakui saat ini Indonesia menghadapi era disrupsi. Dalam artian, dunia usaha harus ‘dipaksa’ untuk berubah mengikuti tuntutan pihak luar.
Direktur Utama BRI Syariah, Hadi Santoso, mengatakan sebagai perusahaan penyedia jasa maka perseroan harus dapat merespons tuntutan pihak luar, yang seringkali mengejutkan. “Secara internal kami harus merespons dari tuntunan pihak luar, sesuatu yang direncanakan maka kami punya mapping yang luas. Banyak pihak luar yang mengejutkan jadi harus berubah. Di luar rencana kita berhadapan untuk menjadi pesaing, tapi tidak bisa harus kita rangkul membuat sesuatu dan manfaatkan,” ujarnya CAFE CEO ‘Benarkah Disrupsi Mematikan Bisnis’ di D’Consulat Lounge, Jumat (22/3).
Hadi bercerita perubahan distrupis terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya untuk bisnis riil maka perubahan wajib diikuti mengingat saat ini banyak toko-toko ‘mati’ di Indonesia.
“Cara berdagang akan berubah, contoh orang berdagang pameran buku di Bsd ada seorang ibu yang memborong bukunya tujuannya untuk di jual lagi dari rumah, di mana ibu dulu bukan hanya sekedar ibu rumah tangga sekarang bisnis akan tumbuh. Artinya bisnis akan tumbuh dan caranya akan terus berubah. Justru perubahan yang akan dirangkul,” ungkapnya.
Contoh lain yang diceritakan Hadi, saat perseroan melakukan survei harga penjualan di tingkat petani kubis. Di mana, harga kubis ketika masih di sawah jauh berbeda ketika sudah berada di pasar induk.
“Waktu potong kubis di sawah harganya Rp 500 geser ke luar sawah jadi Rp 1.000 lalu dibawa ke pasar induk menjadi Rp 4.000, belum tentu sampai ke agen penjual kalau tidak melalui calo. Semestinya akan hilang, dengan menggunakan fintech maka perantara akan hilang secara alami dan lebih efisien. Jadi perubahan lebih baik, karena harga lebih murah,” jelasnya.
Untuk itu, ke depan perseroan mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi era disrupsi. Salah satunya, mengalihfungsikan tenaga teller atau customer service menjadi tenaga marketing.
“Teller berkurang ketika sudah ada ATM, lalu teller akan didik menjadi marketing. Saya punya keyakinan yang berubah hanya fungsi front liner, meskipun ada peer to peer masih butuhkan rekening,” ungkapnya.