REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendorong penggunaan bibit unggul padi untuk menaikkan produksi beras di Indonesia. Sebab menurutnya, cara itulah yang saat ini dapat mengatasi persoalan ketersediaan beras di Indonesia.
"Maka yang harus dinaikkan itu produktifitasnya. Tak mungkin kita terus perluas sawah. Kalau perluasan sawah butuh pengairan dan pengairan butuh hutan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (19/3).
Ia menargetkan peningkatan produksi beras dari lima ton per hektar menjadi enam ton. Dengan begitu, produksi beras Indonesia bisa mencapai 70 ton.
"Dan itu langsung kita bisa mengekspor. Kalau lima ton masih kurang. Salah satunya adalah fluktuasi itu ditentukan oleh bibit," ujar JK.
Hal itu disampaikan JK usai ia menerima kedatangan perusahaan agrikultur terbesar dunia Corteva, Selasa (19/3). Menurut JK, perusahaan tersebut mengajukan diri untuk menyediakan bibit benih hibrida yang dapat menaikkan produksi berat.
"Saya diskusi dengan dia bagaimana menaikan produksi beras kita. Mereka mau produksi bibit hibdrida," ujar JK.
Menurutnya, dalam pertemuan dengan perusahaan yang menginduk di New York Stock Exchange (NYSE) itu juga menjanjikan memproduksi bibit unggul di dalam negeri. Selain itu, Corteva juga bersediah memberi pelatihan kepada petani Indonesia.
Namun demikian, Pemerintah masih dalam posisi mempertimbangkan tawaran tersebut.
"Mereka sanggup membikin dalam negeri agar membiasakan petani. Dalam dua tahun kita harus bisa buat dalam negeri. Itu solusi yang patut kita pertimbangkan," ujar JK.
CEO Corteva James Collins yang ditemui usai pertemuan, menjanjikan peningkatan produksi beras bisa dilakukan dengan benih bibit hibrida. Ia juga mengaku optimistis bisa bekerjasama dengan Indonesia untuk peningkatan produksi pertanian.
"Kami sudah memperkenalkan jagung hibrida kepada petani Indonesia,
70 persen petani sudah menikmati pertumbuhan jagung hibrida. Kami yakin ada peluang sama untuk beras hibrida," ujarnya.