Selasa 19 Mar 2019 21:24 WIB

Jamur Susu Potensial Dikembangkan di Indonesia

Belum banyak petani dan konsumen yang mengenal jamur yang putih bersih ini.

Red: EH Ismail
Jamur susu.
Foto: Humas Kementan.
Jamur susu.

REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG -- Jamur semakin digemari masyarakat karena bergizi tinggi dan memiliki rasa eksotik. Selain itu, budidayanya pun terbilang mudah dan ramah lingkungan. Media tanamnya memanfaatkan bahan baku limbah, seperti jerami, serbuk gergaji, tongkol jagung, tangkos kelapa sawit, batang tebu, hingga daun pisang kering. Sampai saat ini, terdapat tiga jenis jamur yang banyak dikembangkan petani, yaitu jamur tiram, jamur merang, dan jamur kuping.

Kini, telah hadir varietas baru jamur yang unik dan prospektif di iklim tropis, yaitu jamur susu atau dikenal milky white mushroom (Calocybe indica). Jamur ini memiliki rasa lezat dan bertekstur lembut serta diperkaya kalsium, kalium, fosfor, dan zat besi.

Kepala Seksi Penerapan Teknologi Sayuran Daun dan Jamur pada Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Sri Setiati mengatakan, jamur susu dibudidayakan dengan ramah lingkungan. Media tanamnya pun dari limbah pertanian dan perkebunan serta tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia buatan.

“Bahkan, limbah media tanam jamur dapat diolah lagi menjadi pupuk organik,” kata Sri Setiati saat berkunjung ke Desa Dwi Tunggal Jaya, Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.

Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Muverdi menerangkan, saat ini petani jamur di Lampung menyukai budidaya jamur tiram karena mudah. Selain itu, bahan baku media tanamnya mudah tersedia dan banyak diminati konsumen.

“Dengan pengembangan varietas jamur susu berarti pilihan petani untuk membudidayakan jamur bertambah dan menambah peluang bisnisnya,” ujar Muverdi.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan Mohammad Ismail Wahab mengatakan, Kementan terus mendorong pengembangan jenis-jenis jamur yang bernilai komersial tinggi.

“Jenis jamur yang kita kenal bernilai ekonomis tinggi dan bisa diekspor, seperti champignon, umumnya masih diproduksi oleh swasta atau industri. Kalau untuk petani rata-rata belum menguasai teknologi budidayanya. Petani jamur kita paling banyak masih memilih jenis merang, tiram, dan kuping,” ujar Ismail.

Karena itu, kata Ismail, sudah saatnya petani menambah variasi jenis jamur yang bernilai ekonomi tinggi dan bergizi. Jamur susu dinilai sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Selain karena cocok untuk iklim tropis juga mudah cara budidayanya.

“Di India malah sudah dikembangkan sejak 1998. Yang pasti nilai ekonomisnya tinggi sehingga sangat menguntungkan bagi petani. Celah pasarnya pun masih terbuka luas. Kami siap dukung pengembangannya,” kata Ismail

Salah satu penangkar benih jamur susu di Desa Dwi Tunggal Jaya, Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Eko Suwondo mengungkapkan, dia tertarik budidaya jamur susu karena belum banyak dibudidaya secara komersial di Indonesia.

“Jadi belum banyak juga petani dan konsumen yang mengenalnya. Jamur ini menyukai suhu tropis, sekitar 30 hingga 320 Celcius. Fisiknya gemuk, batang dan tudung yang tebal, serta warnanya putih bersih. Sangat menarik,” kata dia.

Eko melanjutkan, selama ini, jamur susu hasil produksinya baru dipasarkan secara terbatas ke konsumen perkantoran setempat dengan harga Rp 40 ribu per kilogram. Berdasarkan pengalaman, dari 10 baglog ukuran tinggi 40 centi meter bisa menghasilkan 12 kilogram jamur pada panen pertama.

“Jamur milky dapat dipanen dua kali. Modal satu baglog kurang lebih Rp 20 ribu,” ujar Eko.

Dia mengaku peoduk jamur susunya selalu habis setiap kali menawarkan kepada konsumen. “Konsumen sangat menyukainya. Ini menandakan prospek ke depan masih terbuka sangat luas dan menguntungkan,” kata Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement