Selasa 19 Mar 2019 05:15 WIB

Milenial Bangga Beli Sukuk

Investor muda mendominasi pada pemesanan surat berharga negara yang ditawarkan online

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Nasabah melihat informasi Sukuk Tabungan Seri ST003 melalui website Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (7/1).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nasabah melihat informasi Sukuk Tabungan Seri ST003 melalui website Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Aku sudah beli ST-003 dong!," kata Niken Anugraha Ningtyas, ibu milenial beranak satu saat berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu. Ada nada kebanggaan ketika ia akhirnya membeli instrumen inovasi dari pemerintah itu.

Sukuk Tabungan seri ST-003 diluncurkan Februari lalu dengan nilai capaian Rp 3,12 triliun. Penjualannya menjangkau 13.932 investor di seluruh provinsi di Indonesia, dengan investor baru e-SBN sebanyak 8.756 investor.

Artinya, mereka belum pernah memesan instrumen surat berharga pemerintah yang ditawarkan secara online, yakni SBR003, SBR004, SBR005, dan ST-002. Menurut data pemerintah, jumlah investor dari generasi Milenial (usia 19-39 tahun) mendominasi dengan porsi mencapai 51,74 persen dari total jumlah investor, atau sebanyak 7.209 investor.

Penetrasi sukuk memang belum sepopuler perbankan syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat literasi pasar modal syariah hanya 0,02 persen per 2016. Naik tidak signifikan dari 0,01 persen pada 2013. Sukuk pun hanya sebagian kecil dari instrumen modal syariah itu, disamping saham syariah.

Padahal, Undang-Undang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN) sudah terbit bersamaan dengan UU Perbankan Syariah pada 2008. Kementerian Keuangan melalui menterinya saat itu, Sri Mulyani menggenjot peramuannya hanya dalam 3,5 bulan hingga menjadi UU.

Pada Februari 2008, UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN lahir. Bulan Agustus 2008, sukuk seri pertama diluncurkan. Waktu berlalu hingga kini 10 tahun kemudian, SBSN atau Sukuk Negara sudah menghasilkan capaian Rp 1.044 triliun per 28 Februari 2019.

Direktur Pembiayaan Syariah Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Dwi Irianty Hadiningdyah menyampaikan capaian tahun 2018 untuk sukuk sudah sebesar Rp 213 triliun dalam dua instrumen sukuk ritel saja. Tahun 2019, jumlahnya akan lebih besar karena ada lima sukuk yang ditawarkan pada masyarakat, ritel dan tabungan.

Direktur DJPPR Kementerian Keuangan, Luky Alfirman juga mengatakan pemerintah ingin membuat basis investor domestik menjadi lebih luas. Dengan demikian, pasar akan lebih dalam dan pondasi perekonomian bisa lebih kuat. 

"Kita ingin meningkatkan basis investor domestik sekaligus mengembangkan industri keuangan syariah," kata Luky dalam peluncuran sukuk ritel seri SR-011 pada Jumat (1/3) lalu.

Saat pasar modal domestik dikuasai oleh pemain atau investor lokal, maka ekonomi akan lebih stabil. Memperbanyak investor tentu harus dilakukan dengan memperbanyak pilihan investasi bagi mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement