REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR – Para petani yang sedang fokus meningkatkan produksi dan peningkatan akses pasar tak ingin diprovokasi oleh kelompok-kelompok yang mengklaim mewakili kaum tani. Salah satu champion sekaligus tokoh petani hortikultura di Cianjur, Jawa Barat, Suhendar mengatakan, bentuk provokasi terhadap petani dilakukan melalui berbagai kegiatan yang tidak mereka ketahui.
“Kami ini sebagai petani betulan. Jangan ganggu kami, jangan bawa-bawa kami, sebab kami sedang senang bertani saat ini. Berkat bantuan pemerintah, kami bisa melakukan budidaya yang baik dan mendapatkan harga yang layak,” kata Suhendar di Cianjur, Senin (18/3).
Suhendar mengomentari acara Rembug Petani-Peternak Indonesia pada 21 Maret 2019 mendatang di Jakarta yang digelar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) dan organisasi lainnya. Menurut Suhendar, kegiatan itu sangatlah provokatif terhadap petani. “Petani Cianjur tentu menolak dan meminta aparat pemerintah membatalkan rembug tersebut.”
Berdasarkan leaflet yang beredar, panitia rembug menyebutkan data pangan saat ini hanyalah pencitraan dan telah memunggungi akal sehat dan hati nurani. Bahkan, penitia rembug menuding ada siasat yang bertujuan untuk menutupinya dan malah berujung pada kegaduhan publik. Kedaulatan petani dan peternak pun dinilai terancam.
“Kesimpulan dari mana itu? Menyesatkan, sangat provokatif. Bawa-bawa kami selaku petani. Ini sebenarnya mau nyelamatin siapa? Kami petani baik-baik saja,” ujar Suhendar.
Suhendar yang didaulat sebagai salah satu champion cabai dan bawang yang cukup berpengaruh di wilayah Jawa Barat justru mengakui program pertanian di era pemerintahan Jokowi-JK mampu mensejahterakan banyak petani, tidak terkecuali petani di Cianjur.
“Banyak program masuk ke sini mulai dari kawasan cabai, bawang, RIPH, sampai pascapanen. Semua untuk kepentingan petani. Yang saya tahu, semua daerah juga kebagian. Proporsional,” kata dia.
Suhendar menegaskan, acara rembug petani dan peternak beraroma tendesius, memperalat, dan sudah mempolitisasi petani. Acara itu justru meresahkan petani yang saat ini sudah tenang, menikmati hidup bahagia sebagai petani.
“Kan terbukti harga cabai bawang stabil sampai sekarang. Dulu-dulu, mana pernah lebaran harga cabai rendah. Tahu-tahu tinggi,” ujar dia.
Ketua Champion Cabai se Jawa Barat Juhara juga menyuarakan hal yang sama. Dia menegaskan, panitia rembug tidak mengatasnamakan petani jika tidak paham akar masalah. “Petani itu sudah capek di ladang sehingga jangan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Apalagi dipakai untuk menyudutkan pemerintahan sekarang. Ini benar-benar nyata gagal paham,” kata Juhara.
Juhara pun meminta agar acara rembug tersebut tidak perlu dilanjutkan karena tidak bermanfaat. Dia menyarankan agar semua pihak sebaiknya melihat langsung ke petani dan turun ke lapangan.
“Rembug-rembug kayak itu nggak usah saja, tidak ada manfaatnya. Sini lihat kegiatan petani langsung, didengarkan, dibantu. Kalau di Jakarta kan nggak ada sawah, percuma ngobrol di sana,” ujarnya.
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir juga menolak acara rembung yang mengatasnamakan petani. “Kami petani merasa dijual-jual untuk kepentingan tertentu. Petani itu bukan banyak diskusi, apalagi memprovokasi dan menyebar kebencian, tapi harusnya bekerja,” kata Winarno.