Senin 18 Mar 2019 08:58 WIB

Keberadaan TKA di Indonesia Bukti Tenaga Kerja Miskin Skill

TKA masuk ke sektor yang tidak memiliki tenaga kerja dengan skill yang dibutuhkan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Tenaga Kerja Asing (ilustrasi)
Foto: wordpress
Tenaga Kerja Asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu tenaga kerja dan pengangguran menjadi salah satu topik penting dalam Debat Cawapres 2019 yang diadakan di Hotel Sultan Jakarta, Ahad (17/3). Salah satu yang disinggung adalah mengenai keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia.

Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengkritik aturan Pemerintah yang memudahkan TKA bekerja di Tanah Air. Kemudahan masuknya TKA ke dalam negeri dinilai akan menyulitkan warga negara Indonesia mendapatkan pekerjaan.

Baca Juga

Sementara Cawapres nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin menilai TKA di Indonesia masih terkendali dengan jumlahnya yang di bawah 0,01 persen. Ma'ruf menyebutkan bahwa TKA masuk ke sektor-sektor yang tidak memiliki tenaga kerja dengan skill yang dibutuhkan.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus, isu maraknya TKA merupakan 'tamparan' bagi Indonesia sebagai negara dengan populasi ke 4 terbanyak di dunia.

"Kalau benar TKA yang masuk adalah legal, berarti ini menandakan bahwa tenaga kerja kita benar-benar miskin skill," ujar Ahmad Heri Firdaus menanggapi topik tersebut, Ahad (17/3).

Dia memaparkan, dilihat dari data struktur ketenagakerjaan bahwa memang benar tenaga kerja kita sebanyak 58,8 persen adalah tamatan pendidikan rendah (SD dan SMP). Dengan demikian, dinilai sulit bagi mereka untuk menyambut era ekonomi baru yang serba automasi (digital).

Sebagai contoh, Pemerintah telah memutuskan untuk menetapkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di berbagai daerah, mengundang investor untuk masuk ke KEK ini. Namun tenaga kerja di daerah KEK-nya tersebut tidak disiapkan utk mendukung investor yang mau masuk. Kondisi ini menjadi alasan bagi investor untuk bisa memboyong tenaga kerja dari negara asalnya.

Menurut Heri, kedua pihak seharusnya lebih mempertimbangkan mengenai transfer pengetahuan (knowledge) ke tenaga kerja lokal. Ini yang harus dipertegas dalam kesepakatan apabila ada TKA yang mau masuk, harus ada transfer knowledge ke tenaga kerja lokal.

"Kalau perlu tenaga kerja lokal diajari bagaimana mereka 'pandai' mengadopsi knowledge dari TKA. Perlu upaya untuk mengakselerasi skill tenaga kerja lokal untuk menghadapi maraknya TKA yang cenderung semakin masif," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement