Rabu 13 Mar 2019 09:46 WIB

Pengamat: Dampak Infrastruktur Belum Terasa

Skema pembiayaan infrastruktur yang mengandalkan BUMN karya membebani perusahaan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pekerja beraktivitas diproyek infrastruktur transportasi di Jakarta, Ahad (6/1).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja beraktivitas diproyek infrastruktur transportasi di Jakarta, Ahad (6/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Barisan Pemeriksa Kondisi Proyek (BPKP), Rusmin Effendy menilai pembangunan infrastruktur yang dibangun pemerintah selama ini belum terasa maksimal manfaatnya. Ia menilai hal ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang belum tumbuh secara signifikan.

"Ekonomi tak tumbuh signifikan, hanya seputaran lima persen. Industri manufaktur, yang kerap menjadi kontributor terbesar perekonomian Indonesia, malah melesu. Sumbangannya kepada PDB turun dari 20,25 persen pada Kuartal II-2016 menjadi 19,93 persen pada Kuartal III 2017," ujar Rusmin, Rabu (13/3)

Baca Juga

Rusmin menjelaskan selain pertumbuhan ekonomi yang tidak naik secara signifkan skema pembiayaan proyek infrastruktur yang lebih mengandalkan BUMN karya juga membebani keuangan perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah.

"Tercatat Total utang BUMN karya melejit dari  Rp 525 triliun pada 2015 menjadi Rp 805 triliun per September 2018," ujar Rusmin.

Dari sisi penghematan logistik, Rusmin juga menjelaskan infrastruktur yang dibangun belum bisa menekan biaya logistik. Sebagian besar proyek yang dikerjaka  justru tak berhubungan dengan moda pengangkutan barang tapi orang. Proyek Infrastruktur juga dinilai tak memiliki perencanaan matang dalam hal kajian ekonomi, lingkungan, dan sosial.

"Tol laut yang katanya bisa mempermurah biaya logistik, nyatanya malah menguntungkan perusahaan ekspedisi besar. Jalan tol yang katanya untuk logistik justru tarifnya memberatkan angkutan truk,” ujar Rusmin.

Untuk itu BPKP meminta pemerintah untuk meninjau ulang proyek-proyek yang termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional. Mengingat keterbatasan anggaran, pemerintah sebaiknya lebih memprioritaskan proyek-proyek yang akan berdampak langsung terhadap sektor industri manufaktur, seperti jaringan jalan publik untuk angkutan barang dan akses ke infrastruktur utilitas seperti pembangkit listrik dan ladang gas bumi.

"Pemerintah dan pelaksana proyek harus benar-benar menyiapkan kajian awal secara lengkap, termasuk soal skema pembiayaan. Proyek Strategis Nasional bernilai ekonomi sebaiknya dibiayai oleh Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau murni swasta, sehingga tak membebani APBN dan keuangan BUMN," ujar Rusmin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement