REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tahun ini, Perum Bulog kembali melakukan ekspansi bisnis jaringan outlet melalui Rumah Pangan Kita (RPK) dan Toko Pangan Kita (TPK). Pengembangan bisnis jaringan demi mengoptimalisasikan penyaluran beras Bulog yang saat ini belum memiliki pasar yang jelas imbas program Bantuan Pangan Non Tunai.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog, Imam Subowo, mengatakan, saat ini jumlah outlet RPK sebanyak 64.988 unit tersebar di permukiman warga. Tahun ini, Bulog siap menambah jumlah RPK menjadi 70 ribu unit.
“Satu RPK diharapkan bisa mengelola kebutuhan 200 rumah tangga. Kalau semua aktif dan terpenuhi, saya yakin bisa menghidupi Bulog,” kata Imam kepada Republika.co.id, Kamis (7/2).
Imam mengakui, dari seluruh jumlah RPK belum sepenuhnya aktif dalam penjualan. Oleh sebab itu, sembari menambah outlet, Bulog siap melakukan perbaikan sekaligus meningkatkan penjualan RPK yang telah aktif dalam memasok kebutuhan rumah tangga.
Sementara TPK, Imam mengatakan akan menambah jumlahnya menjadi 1.200 toko dari saat ini hanya 388 toko. TPK adalah outlet yang didirikan di pasar-pasar tradisional untuk memasok barang pangan ke para pedagang di sekitar, khususnya beras.
Mekanisme harga jual di TPK akan diturunkan sehingga pedagang tetap mendapat untung. “Kita galang terus karena melihat posisi sekarang, Bulog harus bicara komersial,” ujarnya.
Ada tiga fokus utama Bulog agar beras yang diproduksi dapat bersaing. Yakni kualitas, kontinuitas, dan harga.
Terkait kualitas yang menjadi tolok ukur utama, Imam mengatakan pihaknya terus melakukan revitalisasi mesin pengolahan sehingga kualitas produksi beras bisa lebih bagus. Namun, tak berhenti pada RPK dan TPK.
Imam menyatakan, pihaknya membuka pintu kerja sama dengan ritel modern. Seperti misalnya Carrefour, Alfamart, dan Indomaret.
Bulog menyediakan beras kualitas medium dan premium dengan patokan harga eceran tertinggi (HET). Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017, HET beras medium berkisar antara Rp 9.450 per kilogram hingga Rp 10.250 per kilogram tergantung wilayah.
Sedangkan beras kualitas premium dipatok antara Rp 12.800 per kilogram hingga Rp 13.600 per kilogram.
Pada Mei mendatang, Imam mengaku siap meluncurkan produk beras khusus untuk pasar konsumen menengah ke atas. Harga beras khusus tidak diatur oleh pemerintah.
“Saya siapkan beras khusus seperti menthik wangi, menthik susu, dan beras merah. Kami akan luncurkan awal Mei,” ujar Imam.
Pengalihan program Beras Sejahtera (Rastra) ke BPNT membuat beras yang dimiliki Bulog belum mendapat kepastian pasar. Sebab, para penerima bantuan saat ini bebas memilih beras yang tersedia di agen-agen penyalur bantuan. Dengan kata lain, BPNT menerapkan persaingan pasar bebas antara Bulog dan produsen swasta.
Menurut Imam, dampak dari adanya pasar bebas itu berpotensi memicu kenaikan harga beras secara alamiah. Sebab, permintaan akan mengalami peningkatan.
Sementara itu rata-rata penerima BPNT berada di wilayah terpencil. Kondisi itu dapat memicu kenaikan harga karena ongkos distribusi yang tinggi.
Oleh sebab itu, Imam mengatakan, Bulog tidak akan melewatkan kesempatan untuk juga dapat bersaing di BPNT. Terlebih, Bulog sudah memiliki infrastruktur memadai di seluruh wilayah Indonesia.
“Kita punya 1.600 gudang di 600 lokasi dan 131 kantor subdivdre. Itu kita berdayakan. Bulog juga harus bisa menang di BPNT,” ujarnya.