REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Kementerian Pertanian (Kementan) sedang fokus mendorong pengembangan komoditas hortikultura, khususnya sayuran, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kementan ingin komoditas sayuran di Cianjur bisa lebih maju. Apalagi, saat ini semakin banyak generasi muda menggeluti budi daya sayuran dengan menerapkan sistem budi daya yang modern, ramah lingkungan, dan sistem korporasi dalam hal pemasarannya.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Suwandi mengatakan, sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, petani sayuran Indonesia, khususnya di Cianjur, diharapkan bisa naik kelas. Caranya, petani harus mengefisienkan biaya produksi, membangun koperasi, dan bermitra dengan eksportir
“Sehingga petani tidak lagi khawatir jika harga turun, lalu merugi. Kami ingin petani sayuran Cianjur harus lebih maju,” kata Suwandi pada kegiatan pembinaan petani sayuran di Sekretariat Gabungan Kelompok Tani Mujagi, Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Cianjur, Rabu (6/3).
Hadir dalam kegiatan itu Kepala Dinas Pertanian Cianjur Muhamad Nano, Sekretaris Dinas Pertanian Cianjur Kodrat Nugratama, penyuluh, petani, dan pemuda tani serta wanita tani.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Cianjur, luas lahan sayuran di Cianjur mencapai 17 ribu hektare. Tanaman yang dibudidayakan, antara lain cabai, bawang daun, wortel, tomat, buncis, kol, pepaya, dan jagung manis. Komoditas sayuran tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Cianjur juga sebagian besarnya disuplai ke pasar-pasar yang ada di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bandung.
“Data BPS, di bulan Februari 2019, bahan pangan mengalami deflasi sebesar 0,08 persen. Andil deflasi ini sebagian besarnya disebabkan harga komoditas sayuran. Deflasi ini sebenarnya menunjukan produksi sayuran kita melimpah. Petani, khususnya di Cianjur, sangat tangguh ketika harga turun,” ujar Suwandi.
Oleh karena itu, kata Suwandi, petani jangan terus berpikir terjadinya penurunan harga yang menyebabkan merugi. Sebab, harga barang di pasar merupakan akibat yang penyebabnya dari berbagai faktor, di antaranya sistem produksi dengan panen melimpah dan biaya yang tinggi. Kemudian, harga naik juga bisa disebabkan faktor distribusi, logistik atau penyimpanan yang belum memadai, dan tata niaga atau perilaku pasar.
“Kementan sudah jalan mengurai masalah ini. Misalnya, terkait logistik, Kementan telah memberikan bantuan gudang pendingin. Masalah distribusi telah dibangun pasar lelang,” ujar Suwandi.
Untuk mensiasati harga turun dan banyaknya produksi, hal itu bisa dilakukan petani sendiri. Pertama, efisienkan biaya produksi dengan menggunakan benih unggul dan pestisida maupun pupuk organik dari buatan sendiri. “Efisiensi biaya pun melalui sistem budi daya ranch shelter,” ujar Suwandi.
Cara kedua, melakukan budi daya sayuran dengan sistem tumpang sari, sehingga petani tidak bergantung pada satu komoditas saja. Adapun langkah ketiga untuk mensiasati harga yakni dengan membentuk koperasi dan sejenisnya. Dengan koperasi, ibarat sapu lidi, petani bersama-sama akan menjadi kuat, sehingga petani setelah berkelompok menjadi naik kelas.
"Koperasi bisa melayani input kebutuhan-kebutuhan petani, sehingga benih unggul, pupuk, dan pestisida bisa seragam diterima petani.”
Suwandi melanjutkan, dengan membentuk koperasi, petani pun mudah bermitra guna mendapatkan akses pembiayaan, kredit, asuransi, dan pemasaran bersama pelaku pasar modern hingga eksportir. “Mendapatkan akses hilirisasi juga mudah. Dan sebaiknya petani tidak hanya jual dalam bentuk sayuran segar, tapi bentuk olahan,” ujar Suwandi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Muhamad Nano mengatakan, Kabupaten Cianjur merupakan sentra produksi sayuran. Pengembangan sayuran tidak lagi dilakukan secara tradisional, tetapi sudah modern hingga penanganan pemasarannya.
“Kami sudah rangkul pelaku usaha yang merupakan petani. Petaninya anak muda. Pemasaran sayuran sudah tidak lagi lewat tengkulak, tapi langsung dipasarkan sendiri door to door ke konsumen, hotel, dan rumah makan dengan kemasan menarik bahkan dipasarkan secara online,” kata dia.
Menurut Nano, terobosan ini tidak terlepas dari dukungan Kementan dalam mendorong pemerintah daerah dan petani untuk membangun pasar lelang. Apalagi, di era pemerintahan Jokowi-JK saat ini, minat pemuda untuk menjadi bertani sudah mulai masif. Ke depan, Cianjur akan memperluas lagi pasar online yang sudah ada, sehingga tidak hanya konsumen di Cianjur dan sekitar yang bisa memesannya, tetapi konsumen di Jakarta pun bisa bertransaksi langsung dengan petani.
“Ini sangat memotong rantai pasok, petani tidak pusing kalau harga turun,” ujar Nano.