Kamis 28 Feb 2019 23:01 WIB

Wow, BASF Raup Pendapatan Rp 1.000 Triliun Tahun Lalu

Peningkatan pendapatan itu karena didukung kinerja perusahaan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ani Nursalikah
Daniel Loh Presiden Direktur PT BASF.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Daniel Loh Presiden Direktur PT BASF.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Produsen produk kimia terbesar di dunia asal Jerman, Badische Anilin-und Soda-Fabrik (BASF), mencatatkan kenaikan pendapatan sepanjang 2018. BASF menyatakan, total pendapatan mencapai 62,7 miliar euro, setara Rp 1.000 triliun. Jumlah tersebut, naik dua persen dibanding penerimaan sepanjang 2017.

Ketua Dewan Direktur Eksekutif BASF, Martin Brudmuller dalam keterangan resmi diterima Republika.co.id, Kamis (28/2), menyatakan, kenaikan pendapatan tersebut terutama karena ada peningkatan labat pada kuartal keempat 2018 sebesar dua persen.

Peningkatan itu, kata Martin, didukung oleh kinerja perusahaan sekaligus pendapatan di sektor pertanian. Ia mengakui, volume produksi keseluruhan secara umum mengalami penurunan sebesar tiga persen. Namun di sisi lain, harga produk dapat ditingkatkan sebesar dua persen.

Adapun penurunan produksi itu bukan karena penurunan kapasitas pabrik. Namun, karena level air Sungai Rhine yang mengalami penurunan sehingga menghambat proses distribusi.

Lebih lanjut, kata Martin, BASF juga mengembangkan strategi dengan pengalihan para pekerja ke divisi operasional. Hal itu, secara langsung mengoptimalisasi fungsi karyawan dalam meningkatkan efisiensi perusahaan.

Meskipun laba secara total mengalami peningkatan, Martin mengatakan, kondisi pasar global cukup sulit dilewati akibat konflik dagang antara AS dan Cina. Pada semester kedua tahun 2018, misalnya, BASF mengalami perlambatan ekonomi di pasar-pasar utama. Khususnya untuk produk kimia di sektor industri otomotif.

Negara yang mengalami penurunan permintaan produk BASF yakni para pelanggan dari Cina. Tak hanya Cina, sejumlah negara yang menjadi pasar utama di dunia juga ikut mengerem ekspansi karena memilih untuk berhati-hati di tengah perang dagang.

“Kami menjawab tantangan-tantangan ini. Pada 2019, akan kami gunakan sebagai tahun transisi untuk menjadi lebih kuat dan lebih fokus pada kebutuhan pasar,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement