Senin 25 Feb 2019 13:05 WIB

Panen Padi Lahan Rawa Capai Enam Ton Per Hektare di Kalsel

Produktivitas lahan rawa menghasilkan panen lebih cepat dibanding lahan biasa.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Lahan rawa yang dijadikan lahan pertanian.
Foto: Republika/ Imas Damayanti
Lahan rawa yang dijadikan lahan pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Panen padi varietas unggul sawah rawa di Kecamatan Tambak Sarinan, Desa Purau, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan mencapai enam ton per hektare. Hasil tersebut jauh lebih banyak ketimbang ditanami padi lokal yang hanya mampu menghasilkan dua sampai tiga ton padi per hektare. Meski produksi meningkat, tata kelola air di sawah rawa masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

“Kalau musim kemarau, lahan rawa ini jadi kering. Sebaliknya, kalau musim hujan, air yang datangnya dari saluran air memasuki area persawahan. Dan itu kurang baik untuk padi,” kata Ketua Gerakan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Purau, Abdul Muin, kepada Republika.co.id, Senin (25/2).

Baca Juga

Pemerintah melalui program selamatkan rawa sejahterakan petani (Serasi) memang bertujuan untuk menggenjot produktivitas hasil tani melalui lahan rawa. Di Kalimantan Selatan, pemerintah menjalankan pilot project Serasi sejak 2018 dengan lahan rawa seluas 250 ribu hektare. 

Lahan tersebut berada di beberapa wilayah kabupaten antara lain Tapin, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, Banjar, dan Barito Kuala. Muin menjabarkan, pada 2019, panen perdana padi di lahan rawa dengan varietas unggul seluas 350 hektare di Desa Tambak Sarinan, Kecamatan Kurau.

Menurutnya, produktivitas lahan rawa memang terbukti menghasilkan panen lebih cepat dibanding lahan biasa. Di lahan rawa yang dikelolanya bersama Gapoktan Desa Purau, dalam setahun para petani dapat memanen hasil tanamnya sebanyak dua kali setahun. 

“Secara produksi, lebih produktif mengelola lahan rawa dengan padi varietas unggul. Tapi kalau untuk dikonsumsi masyarakat lokal, padi varietas unggul kurang diminati,” katanya.

Sementara itu Ketua Kelompok Tani Kabupaten Tanah Laut Muhammad Riyani menjelaskan, harga padi di tingkat petani Kabupaten Tanah Laut bervariatif. Untuk padi lokal, kata dia, harganya ditaksir Rp 6.500 perkilo. Sementara untuk padi varietas unggul, harga padi ditaksir Rp 6.000 perkilo. 

“Namun harga itu sebelum musim panen. Kalau sudah musim panen, harga padi unggul bisa turun sekitar Rp 5.500 perkilo,” kata Riyani. 

Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan, harga gabah berkisar Rp 6.500 hingga Rp. 7.000 per kilogram (kg), beras medium Rp 9.000 hingga Rp 9.300 per kg, beras khusus Rp 14 ribu per kg, dan gabah unggul Rp 4.000 hingga Rp 4.200 per kg. 

Sementara itu, pola tanam yang diterapkan dimulai pada Oktober hingga Februari dengan pembagian 80 persen area sawahnya untuk padi unggul, dan 20 persen digunakan untuk pembibitan padi lokal pada Februari hingga Juni. 

Riyani mengakui, meski produktivitas lahan rawa dengan varietas unggul meningkat, tata kelola irigasi masih menjadi kendala bagi para petani. Apalagi, kata dia, sumber mata air di Kabupaten Tanah Laut tak cukup banyak. Selain itu, kata dia, penanaman padi varietas unggul juga lebih rentan diserang hama karena benih biji padi dinilai lebih berisi. 

“Hama yang paling banyak itu kalau di sini ya burung,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement