Kamis 21 Feb 2019 19:15 WIB

BI Proyeksi The Fed Hanya Naikkan Bunga Sekali Tahun Ini

The Fed dinilai mulai membuat kebijakan suku bunga yang lunak.

Red: Nur Aini
Bank Indonesia (BI): Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2).
Foto: Republika/Prayogi
Bank Indonesia (BI): Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memproyeksikan arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS The Federal Reserve akan lebih melunak pada tahun ini. Bank sentral memprediksi kenaikan bunga acuan The Fed hanya satu kali pada 2019 dari ekspetasi sebelumnya sebanyak dua kali.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, berdasarkan pernyataan terakhir The Fed sinyalemen menguat untuk kenaikan suku bunga acuan yang lebih rendah dibanding ekspetasi frekuensi kenaikan suku bunga acuan sebelumnya. Selain itu, BI dalam simpulan Rapat Dewan Gubernur periode Februari 2019 ini juga meyakini pengurangan neraca bank sentral (balance sheet) The Fed akan menjadi lebih kecil dari rencana sebelumnya.

Baca Juga

"Bacaan kami terakhir, The Fed hanya akan menaikkan suku bunga acuan satu kali. Namun dari sisi lain, begitu juga di 'balance sheet'-nya," ujar Perry di Jakarta, Kamis (21/2).

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, berdasarkan notulensi (minutes of meeting) rapat The Fed, sikap Bank Sentral AS semakin menunjukkan "kesabaran" untuk kenaikan suku bunga.

"The Fed mulai dovish (melunak) terlihat dari minutes of meeting yang terakhir," ujar dia.

Sebelumnya, di akhir 2018 pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali pada 2019. Kemudian, proyeksi tersebut berkurang menjadi dua kali seiring dengan sinyalemen yang bernada melunak (dovish) dari para pejabat The Fed.

Perubahan substansi dari komunikasi yang dilancarkan The Fed diduga karena laju pertumbuhan ekonomi AS yang melambat imbas dari terbatasnya stimulus fiskal, permasalahan struktural tenaga kerja, dan menurunnya keyakinan pelaku usaha. Meski demikian, Perry tetap meyakini The Fed akan tetap menjaga gaya komunikasi kebijakan moneter yang efektif, terutama untuk mencegah imbas gejolak arus modal di negara-negara berkembang.

"Kami lihat komitmen The Fed untuk secara baik mengkomunikasikan arah kebijakannya dan bagaiamana 'forward guidance' (petunjuk ke depan) akan dilakukan terus untuk ditangkap oleh pasar," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement