REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) membukukan pendapatan premi di 2018 sebesar Rp 69,7 trilun. Pencapaian tersebut tumbuh 9,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 63,6 triliun.
Wakil Ketua AAUI Trinita Situmeang mengatakan lini bisnis asuransi umum mengalami pertumbuhan negatif pada akhir 2018, seperti asuransi rangka kapal, asuransi energi dan asuransi kecelakan. Adapun masing-masing asuransi tersebut minus 3,74 persen, minus 70,7 persen dan hanya tumbuh 8,5 persen.
“Secara umum industri asuransi umum lainnya masih tumbuh dengan kondisi positif,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (21/2).
Ia merinci, asuransi pengangkutan tumbuh 11,5 persen sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang tumbuh 5,18 persen secara year to date (ytd), serta kenaikan volume pengangkutan barang selama 2018 sebesar 5 persen.
“Lini bisnis ini masih menjanjikan. Kapal laut mengalami penurunan 6,2 persen, kereta api tumbuh 13,9 persen dan pesawat minus 2,1 persen. Melaui kereta api maka pengangkutan barang yang sifat antarprovinsi, misalnya batu bara atau barang industri,” jelasnya.
Sementara asuransi kredit tumbuh 52, 2 persen. Pencapaian ini didorong dua hal yakni komitmen pemerintah dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tercatat, hingga akhir 2018 mencapai Rp 120,34 triliun atau tumbuh 24,43 persen dibandingkan tahun lalu.
“Pemerintah juga telah menurunkan suku bunga KUR pada tahun lalu yang semula sembilan persen menjadi tujuh persen,” jelasnya.
Faktor ke dua, lanjut Trinita, pertumbuhan Kredit Perbankan yang positif sejalan pertumbuhan ekonomi. Pada akhir 2018 mencapai double digit yakni 11,75 persen, yang didorong oleh sektor listrik, gas dan air, transportasi dan pertambangan.
“Pertumbuhan 2017 dan 2018, suatu angka cukup bagus dan menjanjikan dari sisi realisasi untuk asuransi kredit,” ucapnya.
Sementara asuransi rekayasa dan penjaminan, mengalami pertumbuhan positif pada akhir 2018 sebesar 2,4 persen dan 8,8 persen. “Asuransi ini sejalan dengan peningkatan jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang selesai pada akhir tahun lalu,” ucapnya.
Kemudian, asuransi energi mengalami pertumbuhan negatif pada akhir 2018 minus 6,7 persen. Hal ini lantaran sektor energi di Indonesia cenderung masih lesu.
Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan lesunya sektor lesu, antara lain pertama realisasi investasi sektor ESDM sebesar 32 miliar dolar AS atau Rp 462,83 triliun. “Nilai itu lebih rendah dari target yang dipatok 37,2 miliar dolar AS, meski beberapa pengamat berpendapat bahwa hal ini terjadi karena iklim investasi sektor ESDM di Indonesia belum begitu menarik bagi investor,” ungkapnya.
Faktor terakhir, realisasi pengeboran sumur eksplorasi minyak selama 2018 merupakan yang terendah dalam delapan tahun terakhir, yakni 21 sumur baru. Angka ini menurun sebesar 63,61 persen dibandingkan 2017 yang telah terealisasi sebanyak 54 sumur baru.
Sementara asuransi harta benda mengalami pertumbuhan positif karena didorong peningkatan performa pasar properti baik komersial maupun residensial. Dari sisi komersial peningkatan supply properti didorong segmen lahan industri sementara sisi residensial didorong oleh segmen rumah tipe menengah.
Kemudian, asuransi kendaraan bermotor tumbuh 7,5 persen didukung oleh penjualan kendaraan bermotor yang meningkat sepanjang 2018. Di sisi lain, AAUI membukukan klaim asuransi umum di 2018 tercatat sebesar Rp 30,1 triliun atau naik sebanyak 8,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp27,7 triliun.
Peningkatan klaim terjadi hampir pada sebagian lini usaha asuransi. "Rasio klaim di 2018 tercatat sebesar 43,2 persen atau menurun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 43,5 persen," ungkapnya. Namun demikian, tambahnya, tercatat ada lima lini usaha mencatatkan penurunan klaim yakni asuransi pengangkutan, asuransi rangka kapal, asuransi energi, asuransi rekayasa, dan asuransi tanggung gugat.