REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan bermodal kecil harus segera mencari jalan keluar agar bisa bersaing dengan bank-bank besar. Saat ini, tantangan penghimpunan likuiditas dan digitalisasi kian meningkat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan bank-bank bermodal kecil berpotensi mengalami kesulitan menghadapi tantangan-tantangan di industri perbankan saat ini. Tantangan itu antara lain berasal dari masifnya digitalisasi produk perbankan, persaingan suku bunga dan penghimpunan likuiditas dengan bank-bank bermodal besar. Sejumlah tantangan itu harus dihadapi oleh bank kecil dengan kapasitas modal perbankan yang mumpuni.
"Bank-bank kecil harus mencari jalan keluar dengan menambah modal untuk bisa bersaing atau cari partner (mitra)," ujar Heru di Jakarta, Selasa (19/2).
Untuk meningkatkan kapasitas modal itu, terdapat beberapa cara anorganik yang bisa dilakukan perbankan seperti merger atau penggabungan dengan bank besar. "Misalnya bank besar ambil mereka (bank kecil) sebagai digital banking-nya. Atau sebagai bank yang khusus mengurus wealth management-nya. Caranya banyak, tidak harus merger," kata Heru.
Saat ini, kata Heru, sudah ada beberapa bank kecil yang sedang dalam proses untuk konsolidasi. Namun, Heru enggan menyebut nama bank-bank tersebut. Dia mengatakan, baru akan mengumumkan rencana konsolidasi tersebut bila proses legal penggabungan bank sudah selesai.
"Kalau bersaing terbuka nantikan berpengaruh juga. Ada dalam proses, kalau legal merger-nya sudah selesai nanti diberi tahu." kata Heru.
Konsolidasi serupa diharapkan juga dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Berdasarkan peraturan OJK No. 5/POJK.03/2015 tentang kewajiban modal minimum BPR disebutkan bahwa pada 2019, bank harus memenuhi ketentuan modal minimal Rp3 miliar. Sedangkan pada 2024, modal minimal BPR sebesar Rp 6 miliar.
Heru mengatakan bila BPR merasa berat dengan peraturan itu lebih baik BPR mencari mitra strategis. Hingga saat ini ada sebanyak 1.700 BPR dan BPR Syariah (BPRS) di Indonesia. Ketimbang harus bertahan dengan modal di bawah Rp 3 miliar atau Rp 6 miliar, menurut Heru, lebih baik bersinergi dengan mitra BPR lainnya.