Senin 18 Feb 2019 19:40 WIB

OJK Kaji Aturan Ganti Rugi Dana Investor

Pelanggar diwajibkan membayar denda yang didistribusikan kepada para korban.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen.
Foto: Ojk
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membentuk aturan Disgorgement Fund (pengembalian dana). Ketentuan baru ini dalam rangka memberikan rasa aman kepada investor terhadap pasar modal Indonesia.

Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan selama ini banyak investor yang mengalami kerugian investasi akibat tindak pidana, melakukan penagihan ganti kerugian ke regulator. “Disgorgement Fund sedang kami kaji dasar hukumnya. Tentu, harus ada bentuk peraturan baru. Dasar kewenangannya sedang kami persiapkan,” ujarnya saat acara ‘Ngobrol Manis: Kebijakan Pengawasan Pasar Modal’ di Gedung OJK, Senin (18/2).

Hoesen menjelaskan, aturan ini sebagai upaya menanggulangi kerugian investor akibat tindak pidana yang dilakukan emiten atau pihak lain. Dengan kata lain, Disgorgement Fund sebagai wadah untuk mengumpulkan dana-dana dari pelaku pelanggaran di lingkungan pasar modal.

“Ternyata memang tidak semua kasus kerugian investor akibat pidana itu semuanya bisa diproses. Tetapi ada yang bisa diproses, nah kamu sedang menyusun (peraturan) itu,” ucapnya. 

Aturan ini, kata Hoesen, inisiatif OJK yang bercermin dari bursa di Amerika yakni Securities and Exchange Commission (SEC) yang bertujuan agar investor ritel merasa nyaman menempatkan dana ke pasar modal Indonesia. Adapun mekanismenya para pelanggar dalam kasus pasar modal harus membayar denda kemudian didistribusikan kepada para korban. 

“Pelanggarannya cukup beragam di pasar modal, mulai ada transaksi semu, insider trading hingga penggelapan dana nasabah,” ucapnya. 

Hoesen juga menjelaskan, Disgorgement Fund merupakan bentuk pengembalian kerugian akibat transaksi yang wajar. “Jangan semua kerugian dibebankan semua ke sini (Disgorgement Fund), hanya yang ada unsur pidana saja. Rugi membeli saham karena penurunan adalah wajar, tapi jangan rugi karena tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi atau pelaku,” ungkapnya. 

Dia mencontohkan, kasus yang terjadi oleh anggota bursa (broker) PT Sarijaya Permana Sekuritas (SPS). Dalam insiden tersebut muncul penyalahgunaan dana nasabah dan pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) yang tidak benar. Kasus penggelapan dana para investor oleh pemilik SPS mencapai Rp 300 miliar. 

“Selama ini kasus kerugian terus ada pengantinya tidak? Seperti Sarijaya. Apakah setelah ganti ya sudah berhenti prosesnya atau terus diproses. Biasanya kan kalau dihukum peradilan kan ya nasibnya investor gitu-gitu aja,” ucap Hoesen. 

Saat ini, jelas Hoesen, pihaknya masih melakukan diskusi terkait aturan baru tersebut. Sebab, diperlukan harmonisasi dengan aturan lain yang sudah ada. “Kami akan telusuri lagi ke pengadilan, ini sedang kami persiapkan. Kami melihat apakah berhenti setelah pengembalian kerugian,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement