REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Tren penurunan harga batu bara di pasaran internasional sejak September 2018 telah mempengaruhi kinerja ekspor Sumatera Selatan (Sumsel) hingga awal tahun 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan nilai ekspor Sumsel pada Januari 2019 mengalami penurunan sebesar 17,24 persen jika dibandingkan bulan Desember 2018 atau hanya membukukan 251,17 juta dolar AS.
Penurunan ini melanjutkan tren negatif kinerja pertambangan batu bara Sumsel yang terjadi sejak kuartal IV. Padahal, perusahaan pertambangan batu bara mampu mencatat hasil positif pada sembilan bulan pertama tahun 2018.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan, Cina secara bertahap melakukan pembatasan impor. Sementara, permintaan batu bara dari negara lain relatif stabil.
Lantaran itu, pemerintah terpaksa menurunkan Harga Batu bara Acuan (HBA) pada Januari 2019 sebesar 92,41 dolar AS per ton, atau turun tipis dari bulan lalu yang ditetapkan 92,51 dolar AS per ton. Hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral 01 K/30/MEM/2019 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan HBA untuk Januari 2019.
Sebagai informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platts's 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitas disetarakan pada kalori 6332 kcal per kilogram (kg) GAR, total sulfur 0,8 persen, total kelembaban 8 persen dan ash 15 persen.
Tren penurunan harga batu bara telah terjadi sejak September 2018. HBA ditetapkan sebesar 104,81 dolar AS per ton, turun dari HBA Agustus 107,83 dolar AS per ton.
Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih mengatakan penurunan harga batu bara ini mempengaruhi Sumsel. Pasalnya, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi primadona dengan sumbangsih tertinggi dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 20,24 persen, disusul dua sektor lainnya yakni industri pengolahan 19,52 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan 14,80 persen.
Namun jika dibandingkan 2017, kinerja sektor pertambangan batubara ini jauh lebih baik. Pasalnya, terjadi kenaikan produksi sebesar 8,0 persen yakni dari 24,24 juta ton menjadi 26,19 juta ton.
"Ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah, mengapa anjloknya jauh. Jika berlangsung terus menerus bisa bahaya untuk ekonomi di Sumsel," kata Endang.