Kamis 14 Feb 2019 01:24 WIB

Aprindo: Penutupan Gerai Ritel Bagian dalam Transisi

Penutupan gerai ritel dilakukan perusahaan untuk efisiensi dan diversifikasi usaha.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
Kerua Umun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey.
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Kerua Umun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, penutupan gerai sejumlah pengusaha ritel konvesional menjadi bagian dari rencana bisnis perusahaan. Menurut dia, hal tersebut dilakukan perusahaan retail untuk efisiensi dan diversifikasi usahanya.

"Penutupan gerai itu lebih kepada efisiensi dan juga maksud daripada perusahaan retail untuk melakukan diversifikasi usahnya," ujar Roy dalam diskusi "Dilema Upah Minimum Sektoral Provinsi", di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (13/2) lalu.

Ia menjelaskan, saat ini pelaku usaha ritel sedang bertransisi mengembangkan model bisnis omni channel ataupun mixious. Roy memaparkan, omni channel merupakan kombinasi berbagai macam cara berbelanja. Tak hanya distribusi fisik saja tetapi distribusi melalui online atau elektronik commerce (e-commerce).

Kemudian mixious, lanjut dia, merupakan cara pelaku usaha memadukan dunia ritel dengan usaha lainnya. Roy menyebut, pengusaha ritel bisa memadukan secara fisik dengan usaha kuliner serta usaha lainnya di bidang hiburan untuk dinikmati keluarga.

Menurutnya, cara tersebut bisa memberikan pengalam berbeda terhadap para konsumen. Dengan pengalaman itu pelaku usaha dapat memberikan pengalaman kepada konsumen yang dapat meningkatkan kenikmatan dan kenyamanan selama berbelanja.

"Dua hal inilah yang membuat adanya beberapa ritel harus masuk di dalam masa yang kami sebut masa transisi ini menutup gerai kemudian membukanya lagi," kata Roy.

Ia mengatakan, situasi pertumbuhan bisnis ritel mulai membaik karena pada 2018 mencapai angka delapan sampai sembilan persen. Sehingga ia optimistis pertumbuhan bisni ritel pada 2019 dapat menyentuh double digit di kisaran 10 sampai 12 persen.

Menurut Roy, hal itu bisa terealisasi karena beberapa faktor salah satunya belanja pada masa pemilihan umum (pemilu) baik sebelum maupun sesudahnya. Ia mengatakan, konsumsi pada masa pemilu akan meningkat dan berpengaruh pada pertumbuhan bisnis ritel.

Ia menuturkan faktor lain yang bisa mendorong penjualan ritel tahun ini adalah realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah dipercepat. Roy menjelaskan industri ritel modern tidak akan tergantikan dengan e-commerce karena beda pasar dan target market.

"Dalam pascapemilu atau sebelum pemilu itu konsumsi juga meningkat dan kita harapkan jsutru di 2019 ini pertama kali kita akan menyentuh double digit pertama yaitu 10 persen," jelas Roy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement