Rabu 13 Feb 2019 23:42 WIB

OJK: Fintech Lending Ilegal Sengaja untuk Menipu Masyarakat

OJK telah memblokir sebanyak 635 fintech lending ilegal

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur Pengaturan Perijinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi (kanan) bersama dengan (dari kiri) Direktur Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri, Jubir OJK Sekar Putih Djarot dan Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing saat menjadi narasumner dalam diskusi di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (12/12).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Pengaturan Perijinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi (kanan) bersama dengan (dari kiri) Direktur Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri, Jubir OJK Sekar Putih Djarot dan Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing saat menjadi narasumner dalam diskusi di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan fintech lending ilegal memang berniat jahat untuk merugikan masyarakat. Mereka memanfaatkan keterbatasan penduduk dan menjebak mereka dalam pinjaman berbunga tinggi.

Jika tidak berhasil membayar, fintech ilegal akan melakukan penagihan dengan cara memeras atau tindakan melanggar hukum. Seperti melakukan teror, kekerasan seksual, hingga menyalahgunakan data-data online milik nasabah.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatakan fintech-fintech ini sengaja menyamarkan dirinya. Tidak memiliki alamat kantor yang jelas, tidak bisa dilacak secara awam dan menghindari petugas berwenang.

"Sejak awal mereka ini memang berniat jahat, fintech yang benar itu sejak awal sudah berniat mendaftarkan diri ke otoritas OJK," kata dia di Kantor OJK, Rabu (13/2).

Fintech lending yang serius ingin membantu masyarakat dan membuat ekosistem keuangan sehat sudah pasti akan mendaftarkan dirinya. Agar operasional mereka sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku.

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menjelaskan fintech lending ilegal memang sejak awal tidak ingin mendaftarkan usahanya. Sejauh ini, OJK telah memblokir sebanyak 635 fintech lending ilegal. Sebanyak 231 diantaranya terhitung sejak awal tahun 2019. 

"Banyak dari dalam negeri dan luar negeri juga, mayoritas luar negeri dari Cina itu sekitar tujuh persen, ada juga dari Korea hingga Rusia," katanya.

Seperti diatur dalam POJK 77, OJK mewajibkan Penyelenggara/platform fintech lending untuk mengedepankan keterbukaan informasi terhadap calon pemberi pinjaman dan peminjamnya agar dapat menilai tingkat risiko peminjam dan menentukan tingkat bunga.

Setiap fintech lending yang telah terdaftar atau berizin dari OJK telah dilarang untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar dan informasi pribadi dari smartphone pengguna fintech lending yang tidak berhubungan langsung dengan pengguna. 

Kemudian, setiap bentuk kerja sama Penyelenggara dengan pihak ketiga, antara lain kerja sama penagihan, wajib disampaikan kepada OJK untuk dilakukan penilaian apakah kerja sama dapat dilanjutkan atau tidak.

"Bagi masyarakat yang sudah atau merasa dirugikan oleh kegiatan perusahaan Fintech Peer-To-Peer Lending yang tidak terdaftar atau berizin OJK, Satgas menyarankan untuk segera melapor kepada pihak Kepolisian untuk segera ditindaklanjuti," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement