REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menegaskan lintas rel terpadu (LRT) Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel) tetap disubsidi. Budi mengatakan subsidi LRT Palembang tidak akan di bebankan kepada pemerintah daerah setempat.
Budi menjelaskan pemerintah sudah memiliki rencana tertentu untuk mengoptimalkan pengoperasian LRT Palembang. "LRT Palembang nanti kita dorong integrasinya. Kita juga akan buat rute-rute baru dari pinggiran," kata Budi saat saat meninjau dan menghadiri diskusi di Stasiun LRT Bumi Sriwijaya, Palembang, Senin (12/2).
Dia menjelaskan nantinya akan dibuat skema tertentu seperti koorporasi untuk mensubsidi LRT Palembang. Mencontoh seperti kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek, menurut Budi proyek transportasi tersebut juga menggunakan investasi yang besar yang saat ini dikelola PT Kereta Api Indonesia (KAI).
"Kita buat KAI jadi koorporasi yang mengelola keuangannya sebagai suatu bentuk kegiatan koorporasi. Kita juga mensubsidi tapi skemanya koorporasi," jelas Budi.
Dengan begitu, nantinya secara bertahap subsidi akan dikurangi dengan melihat kordinator tertentu. Budi mengatakan pemerintah akan mengurangi subsidi secara bertahap jika masyarakat sudah mampu termasuk juga pendapatan pengoperasian kereta yang terus meningkat.
Untuk itu, Budi menegaskan subsidi LRT Palembang tidak akan dicabut karena bantuan pemerintah tersebut masih dibutuhkan. Terlebih, menurut Budi dalam Anggara Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), angkutan khusus perintis seperti LRT Palembang akan disubsidi.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru menegaskan memang membutuhkan proses untuk meningkatkan okupansi LRT Palembang. "Ini (LRT Pelembang) anugerah buat masyarakat sebenarnya. Ini memang butuh waktu. Kualanamu (kereta bandara) awalnya juga tidak pangsung ramai okulansinya," tutur Herman.
Herman menilai saat ini juga dibutuhkan perubahan pola pikir dari masyarakat untuk berpindah terhadap transportasi massal. Menurut Herman, saat ini di Palembang sudah banyak pengunaan kendaraan pribadi yang menyebabkan kemacetan.
"Sekarang sebenarnya warga sudah bangga (adanya LRT Palembang). Ini sudah mendekati Jakarta padatnya jumlah kendaraan. Untuk itu sudah saatnya berpindah ke transportasi massal," tutur Herman.