REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (persero), selaku 'penjual tunggal' bahan bakar avtur untuk penerbangan domestik, ditantang untuk bisa menerima kompetitor lain masuk ke pasar dalam negeri. Ide ini dilontarkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi mahalnya harga tiket penerbangan domestik akibat tingginya harga bahan bakar avtur yang dijual Pertamina.
Presiden mendengar keluhan para pengusaha hotel dan kuliner yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) yang melaporkan adanya penurunan tingkat hunian hotel hingga 20-40 persen sejak awal 2019. Presiden sebetulnya menawarkan dua opsi kepada Pertamina untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
Pertama, Pertamina diminta menjual avtur dengan harga yang setara dengan harga internasional. Bila Pertamina tak mau menyanggupi permintaan Presiden, maka Pertamina diberikan opsi kedua yakni berani berkompetisi dengan swasta asing yang bisa saja ikut 'jualan' avtur untuk penerbangan domestik. Jokowi mengaku mendapat informasi dari Chairul Tanjung selaku Komisaris Garuda Indonesia bahwa penjualan avtur di Bandara Internasional Soekarno Hatta dimonopoli oleh Pertamina.
"Saya akan undang Dirut Pertamina. Pilihannya, harga (avtur) bisa sama tidak dengan internasional. Kalau tidak, saya masukkan kompetitor lain sehingga terjadi kompetisi," jelas Presiden saat menghadiri peringatan ulang tahun ke-50 PHRI di Jakarta, Senin (11/2).
Jokowi mengaku yakni bahwa Pertamina sendiri tidak akan terbebani bila harus diminta menurunkan harga avtur agar setara dengan harga jual internasional. Pertamina, Jokowi mengaku, telah melaporkan angka laba perusahaan sudah melampaui Rp 20 triliun. Meski Jokowi tidak menyebut angka tersebut diraih tahun kapan, ia menegaskan bahwa secara keuangan, Pertamina dianggap mampu memenuhi permintaan tersebut.
"Kalau ini diterus-teruskan pengaruhnya ke harga tiket pesawat, karena harga avtur itu menyangkut 40 persen dari cost yang ada di tiket pesawat," jelas Jokowi.
Jokowi juga optimistis bahwa pemain asing, atau domestik, tertarik untuk masuk ke pasar avtur dalam negeri. Persaingan sehat yang bisa dibangun nanti, kata Jokowi, bisa menumbuhkan persaingan yang sehat dan berujung pada efisiensi biaya penerbangan.
Ketua PHRI, Hariyadi Sukamdani, menyampaikan bahwa mahalnya harga tiket pesawat dan kebijakan bagasi berbayar oleh sejumlah maskapai memukul industri pariwisata Indonesia. Mahalnya harga tiket, kata dia, dipicu oleh hilangnya harga tiket promo yang sebelumnya disediakan oleh maskapai Garuda Indonesia. Hal ini kemudian menimbulkan efek domino berupa kenaikan tarif oleh maskapai lainnya.
"Padahal tiket promo mengisi 50 persen kapasitas tempat duduk. Sehingga harga tiket naik 40 persen, rata-rata," kata dia.