Senin 11 Feb 2019 17:12 WIB

Pemerintah Harus Hati-Hari Putuskan Tarif Ojek Daring

Selama ini, kebijakan berasal dari pengemudi, bukan sisi konsumen atau pengguna.

Para pengemudi ojek daring. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mimi Kartika
Para pengemudi ojek daring. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus berhati-hati dan bijaksana memutuskan solusi permasalahan tarif ojek daring. Sikap hati-hati dan bijaksana itu untuk memastikan keputusan yang diambil bakal saling menguntungkan berbagai pihak terkait.

"Harus ada win-win solution (saling menguntungkan)," kata Ketua Tim Peneliti Research Institute of Economic Development (Rised) Rumayya Batubara di Jakarta, Senin (11/12).

Menurut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan kebijakan. Sebab, ia menilai, selama ini kebijakan lebih banyak berasal dari sisi pengemudi, tetapi jarang digunakan dari sisi konsumen atau penggunanya.

Rised telah menggelar survei kepada sebanyak 2.001 konsumen pengguna ojek daring di 10 provinsi. Survei ini dilakukan untuk menjawab dampak dari berbagai kemungkinan kebijakan terkait ojek daring dan respon konsumen terhadapnya.

Hasil survei menyebutkan 45,83 persen responden menyatakan tarif ojek daring yang ada saat ini sudah sesuai. Sementara, 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif saat ini sudah mahal dan sangat mahal.

Jika memang ada kenaikan, ujar hasil riset itu, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp5.000/hari. Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.

Hasil survei menunjukkan saat ini konsumen telah merasakan nyamannya menggunakan layanan ojek "online". Seperti tergambar dari hasil survei bahwa 75 persen responden lebih nyaman menggunakan ojek daring dibandingkan moda transportasi lainnya.

Mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo menyatakan, selama ini kebijakan terkait ojek daring hanya dibebankan kepada Kementerian Perhubungan. Padahal, ia menyatakan, seharusnya lintas kementerian atau instansi.

Ia mencontohkan, seharusnya perlu pula dilibatkan seperti Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengkaji apakah pihak penyedia layanan sudah memperhatikan kesejahteraan pengemudinya. Begitu pula dengan Kementerian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pembayarannya melalui daring.

"Ini harus melibatkan seluruh instansi sehingga menyelesaikannya juga secara komprehensif," paparnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement